Minggu, 23 September 2018

Ocean’s Eight: Film Propaganda Tentang Konsumerisme dan Feminisme Ala Hollywood

Official Poster
Sudah hampir empat bulan berlalu sejak film Ocean’s Eight dirilis ke bioskop pada Juni 2018. Sejak saat itu pula, film bergenre heist ini selalu mengundang tanya saya. Seberapa bagus film yang berusaha menjejalkan figur-figur perempuan menggantikan geng asli Ocean dari film Ocean’s Eleven (1960, 2001) yang didominasi laki-laki? Saya sempat skeptis, karena film Ghostbuster (2016) yang juga menonjolkan perempuan untuk menggantikan geng klasik pria-pria pemburu hantu nampaknya tidak terlalu memuaskan.

Setelah saya menontonnya, ternyata Ocean's Eight tidak seburuk itu. Sebagaimana genre thriller kriminal kebanyakan, film yang bertabur aktris-aktris tenar ini dipenuhi adegan tipu muslihat yang terus-terusan membangkitkan rasa tegang sekaligus penasaran. Meskipun bertema kriminal, Ocean’s Eight digarap dengan lembut tanpa harus menonjolkan adegan kejar-kejaran atau tembak-tembakan yang biasanya menghias tiap judul film kejahatan Hollywood. Boleh juga jika dibilang keterlibatan geng cewe malah membuat film ini terlihat unik.

Tetapi di balik itu semua, entah kenapa tetap ada yang mengganjal di pikiran. Setelah menonton hampir separuh film, saya pun jadi yakin kalau Ocean’s Eight menyimpan misi propaganda isu yang belakangan ini sedang populer di Hollywood. Bukan, tak hanya isu emansipasi perempuan, tetapi juga kecenderungan feminisme Hollywood yang dibalut nuansa glamor dan perilaku konsumeris. Saya pribadi kurang nge-fans dengan gaya feminis ala artis Amerika, apa lagi konsumerisme perempuan, malah cenderung membenci.

PARA PEREMPUAN PENCURI

Masih mengikuti tradisi seri Ocean, Ocean’s Eight juga bertutur tentang curi-mencuri. Kali ini yang harus dicuri adalah sebuah kalung berlian mewah yang dipinjamkan oleh Cartier kepada artis Daphne Kluger (Anne Hathaway), untuk di-endorse (dipakai) dalam perhelatan akbar Met Gala. Met Gala sendiri merupakan event asli tahunan yang diselenggarakan oleh majalah Vogue dan dihadiri undangan penting dari kalangan artis dan dunia fashion.

Kalung Touissant incaran sepanjang film
Pada fase pembukaan film, diketahui bahwa Debbie Ocean (Sandra Bullock), sang pemimpin geng merupakan adik Daniel Ocean (George Clooney) dari seri Ocean sebelumnya. Dibantu oleh Lou (Cate Blanchett), sahabatnya sekaligus seorang pengoplos minuman keras, Debbie yang kala itu baru keluar dari penjara berusaha merekrut orang-orang dengan keahlian khusus untuk membantu aksinya mencuri kalung berlian Touissant dari leher Daphne. Sayangnya, plot cerita ini terkesan hanya menyadur dari plot film Ocean's Eleven.

Kendati demikian, Ocean's Eight tetap berupaya memberi sentuhan baru dengan memasukan sudut padang perempuan sebagai pemeran utama. Ketika Lou mengusulkan untuk merekrut laki-laki ke dalam tim mereka, Dabbie malah menolak. Menurut Debbie, dalam aksi kriminal laki-laki cenderung diwaspadai. Sebaliknya, tidak ada yang menggubris perempuan. Setelah Lou, kemudian bergabung Rose Weil (Helena Bonham Carter), desainer terkenal yang depresi lantaran terlilit hutang dan kasus penggelapan pajak. Nine Ball (Rihanna), hacker perempuan kenalan Lou. Tammy (Sarah Paulson), ibu rumah tangga mantan penyelundup barang-barang mewah dari luar negeri. Lalu, mereka juga merekrut ahli berlian bernama Amita (Mindy Kaling) dan seorang pencopet bernama Constance (Awkwafina).

Ocean's Eight tengah menyusun rencana pencurian
IKLAN BERJALAN

Di luar narasi emansipasi yang membuat film ini makin menarik, sebenarnya Ocean’s Eight membawa misi lain yang menurut saya agak “jahat”. Film besutan sutradara/penulis naskah Gary Ross ini menunjukan betapa perempuan harus mensyukuri bahwa mereka adalah seorang pembelanja ulung, meski harus melanggar hukum sekalipun. Tak hanya itu, produk placement kosmetik dan referensi yang mengarah kepada berlian Cartier dan lifestyle glamour khas majalah Vogue digelar menjejali sepanjang film.

Ocean’s Eight nampaknya memang sekedar ingin mengangkat nilai hidup glamour selebriti Hollywood yang disamarkan menjadi film thriler kriminal. Layaknya Met Gala sungguhan, film ini juga menampilkan parade cameo selebriti-selebriti ternama seperti Kim Kadarshian, Heidi Klum, Katie Holmes, Dakota Fanning, Serena Williams, dkk. Semuanya berdandan mewah khas acara red carpet.

Sayangnya, semua narasi kemewahan ini tidak diakhiri dengan resolusi yang memuaskan. Seolah perempuan-perempuan utama dalam kisah ini memang tidak pernah mempertanyakan simbol-simbol kemewahan yang selama ini memaksa mereka menjadi seorang kriminal dan pandai tipu muslihat demi mendapatkan ketenangan hidup sesuai standar masyarakat kelas atas.

Debbie menunjukan kepiawaiannya mencuri kosmetik
Padahal, ideologi seorang Debbie Ocean sendiri sangat menarik untuk digali, mengingat ia tidak mencuri demi mendapatkan uang. Sesaat sebelum operasi pencurian dimulai, Debbie mengatakan kepada girl’s squad-nya bahwa mereka tidak melakukan hal tersebut untuk diri sendiri, melainkan untuk seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang bermimpi menjadi seorang kriminal. Saya rasa, Debbie sedang berbicara tentang masa kecilnya sendiri.

Meskipun dialog tersebut cukup membekas, tetapi tidak ada tindak lanjutnya. Tidak ada momen flashback tentang masa kecil Debbie atau alasan kenapa dia mencuri. Penonton justru diarahkan agar memahami bahwa Debbie melakukan pencurian itu lantaran dendam kepada mantan pacarnya yang bernama Claude Becker (Richard Armitage) yang dahulu pernah menjebaknya hingga masuk penjara.

FEMINISME HOLLYWOOD

Sejak Taylor Swift membuat istilah girl’s squad mendunia, geng cewe selebriti Amerika memang sudah identik dengan kampanye pro feminisme. Perempuan-perempuan ini membentuk kelompok demi mengenyahkan stereotipe gender yang selama ini merugikan perempuan dalam industri hiburan. Saya rasa, ini memang merupakan satu upaya yang bagus, pada awalnya.

Debbie bersama girl's squad-nya yang glamour
Lama kelamaan, saya jadi agak risi melihat geng cewe dalam tradisi Hollywood. Sebab, geng cewe berpaham feminis terkesan digambarkan suka memusuhi laki-laki, baik dalam musik atau film. Representasi media feminis semacam ini acap kali berusaha menghapus kehadiran laki-laki dan menggantinya dengan perempuan. Ide semacam ini bisa dilihat dalam pameran lukisan “Penciptaan Adam” karya Michelangelo pada video klip Ariana Grande "God is A Woman" yang dibuat ulang dengan menggunakan figur-figur perempuan. Ocean’s Eight sendiri juga membawakan ide serupa melalui adegan di mana saat Dabbie dan Tammy berkunjung ke Museum Seni Metropolitan di New York untuk mengetes sistem keamanan museum, mereka sempat-sempatnya memasang replika lukisan George Washington karya Emanuel Leutze yang diganti wajah dan perawakannya menjadi perempuan. Motif utama aksi Debbie dalam Ocean’s Eight lantas juga menjadi agak cheesy setelah terkuak bahwa semua itu hanya akibat dendam kepada laki-laki.

Emanuel Leutze "Washington Crossing the Delaware" versi Ocean's Eight
Michelangelo "Creation of Adam" versi Ariana Grande
Ketimbang berkompromi dengan representasi dominan laki-laki, geng cewe dalam tradisi feminis Amerika seolah ngotot bahwa laki-laki yang selama ini mendominasi seluruh aspek kehidupan patut disalahkan dengan jalan menghapus mereka. Cara ini sebenarnya sudah kuno, karena memang cara lawas sistem politik laki-laki menyingkirkan figur perempuan sepanjang sejarah umat manusia. Jadi, sebagaimana apa yang dilakukan Debbie, mungkin memang feminisme Hollywood ada berkat rasa dendam. (Ind)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar