Minggu, 24 Desember 2017

Pengalaman Patah Tulang di Kaki Kanan



Waktu itu kejadiannya persis tanggal 20 November 2014, tepatnya empat hari setelah pernikahan kakak keduaku dan dua hari sebelum sidang akhir Diploma IV yang akan kuhadapi. Aku mengalami kecelakaan motor di perempatan dalam komplek rumahku akibat bertabrakan dengan seorang pengantar galon yang mengebut dari arah kiri. Akibatnya aku merasakan nyeri yang luar biasa di kaki kananku dan sulit menggerakannya, waktu itu kulihat ada sebuah benjolan di tulang kering kananku dan aku langsung sadar kalau itu kakiku patah. Mungkin akan terlalu panjang kalau aku ceritakan kronologi kejadiannya dan bagaimana orang sekitar membantu untuk mengevakuasi ke rumah sakit. Tulisanku ini akan lebih fokus ke masalah pengobatannya saja.

Dibawa ke Sangkal Putung

Tampak Depan Rontgen Setelah Kejadian
Orangtuaku tentunya sangat khawatir karena semuanya terjadi secara mendadak, karenanya mereka mudah dipengaruhi orang lain perihal pengobatanku yang mengatakan sebaiknya memilih pengobatan alternatif daripada medis. Alhasil aku dibawa ke sebuah tempat sangkal putung (pengobatan alternatif untuk patah tulang dengan cara diurut). Sebut saja nama bapaknya Haji Fernando (nama-nama sengaja kusamarkan dan diganti nama tokoh telenovela aja), aku dirawat kira-kira selama 12 atau 14 hari dari tanggal 20 November. Karena aku ga nyaman dengan Haji Fernando dengan suatu alasan yang ga bisa aku ceritakan, akhirnya aku pindah pengobatan ke daerah kota D dengan tukang pijat wanita yang sebut saja namanya adalah Ibu Rosalinda. Aku dirawat selama 25 hari di tempat Ibu Rosalinda.
Setelah 25 hari, Ibu Rosalinda menyarankan agar aku dirawat di rumah saja dan mendatangi beliau seminggu sekali untuk diurut. Disebabkan kondisi yang tidak memungkinkan karena jarak dari rumahku ke kota D lumayan jauh dan daerahnya sering macet jika harus bolak balik dengan mobil, akhirnya orangtuaku memutuskan untuk mencari tukung urut terdekat yang bisa dipanggil secara antar jemput ke rumah. Sebut saja nama bapak tukang urut yang berikutnya adalah Bapak Eduardo. Menurut Bapak Eduardo kakiku agak sulit diobati karena gonta ganti tukang urut, jadi menurut beliau kalau dari awal dirawat olehnya kemungkinan sekarang aku sudah bisa jalan, mungkin juga salto dan kayang.
 
Tampak Samping Rontgen Setelah Kejadian
Suka Duka saat Dirawat di Sangkal Putung

1. Harus Bedrest
Ketiga ahli urut tersebut bilang kalau engsel paha kananku copot dari tulang panggul, jadi aku ga diperbolehkan duduk dan diharuskan bedrest (makan, minum, mandi, kegiatan hajat dalam keadaan berbaring), kira-kira waktu itu aku harus bedrest selama dua bulan lebih. Coba bayangkan seperti apa rasanya!? Bahkan punggungku sampai ruam parah karena harus terus tiduran akibat tidak mendapat sirkulasi udara dengan baik. Pertama kali dibantu duduk setelah sebulan lebih berbaring rasanya benar-benar pusing.

2. Banyak Pantangan Makan
Katanya aku dilarang makan-makanan yang bergetah dan mengandung kolesterol, bahkan buah pisang yang sehat saja ga boleh. Intinya sih ga boleh makan semua jenis makanan kecuali sayur rebus, buah-buahan berair dan nasi, kalaupun boleh makan ikan goreng dan ayam kecap hanya sekali-kali saja. Mungkin program ini sangat bagus buat yang mau nurunin berat badan, soalnya memang beratku sempat turun, tapi gara-gara jenuh, aku sempat mogok makan gara-gara mual memakan menu yang nyaris sama setiap harinya.

3. Tempat yang Kurang Nyaman
Saat dirawat di dukun sangkal putung Haji Fernando, semua pasien diletakan di ruang besar tanpa penghalang, masing-masing digelarkan kasur yang sejujurnya kelihatan kotor dan tak pernah dibersihkan (sepertinya bekas pasien sebelum-sebelumnya). Saat itu hanya aku pasien perempuan satu-satunya, sehingga kalau mau mandi (dengan cara dilap) atau mau melakukan kegiatan yang bersifat privasi, rasanya risih.
Saat di Ibu Rosalinda kebetulan ruangannya lebih tertutup, kasurnya berupa ranjang dan kebetulan aku satu-satunya pasien yang dirawat inap, namun karena ventilasinya terlalu kecil dan kebetulan tubuhku memang gemuk, aku sering keringatan sampai-sampai punggung rasanya panas (disinilah awal punggungku dipenuhi ruam-ruam karena biang keringat). Aku lega karena akhirnya bisa dirawat di rumah, walau proses evakuasi cukup menyita tenaga.

4. Biaya Rawat yang Tidak Murah
Rontgen Setelah Diurut Tiga Tukang Urut
Saat di Haji Fernando, ibuku menghabiskan biaya kurang lebih Rp 800.000, entah bagaimana rinciannya, yang jelas menurut Haji Fernando itu sudah termasuk biaya inap, obat (yang sepertinya jamu buatan beliau), makan, juga jasa urut
Saat di Ibu Rosalinda ibuku menghabiskan Rp 4.000.000 itu juga hasil menawar karena sebelumnya diminta Rp 4.500.000, tanpa rincian biaya yang jelas juga. Menurut beliau itu untuk membayar jasa urut, biaya inap dan katering pasien (sama seperti Ibu Rosalinda).
Saat dirawat di rumah dengan Bapak Eduardo, kira-kira keluargaku harus memanggil beliau tiga hari sekali, dengan biaya kira-kira Rp 100.000 – Rp 200.000 per pemanggilan. Kalau tidak salah aku sudah sempat diurut enam kali oleh Bapak ini, setidaknya dalam seminggu orang tua saya habis sekitar Rp 250.000 hingga Rp 400.000. Yah anggap saja orangtuaku waktu itu sudah habis kurang lebih Rp 1.200.000 menggunakan jasa Bapak Fernando.
Semua biaya tersebut belum termasuk evakuasi ambulans saat ke Haji Fernando (Rp 200.000) dan saat dipindahkan ke Ibu Rosalinda (Rp 400.000). Juga beberapa keperluanku selama bedrest seperti popok dewasa, tisu kering dan tisu basah. Untungnya saat evakuasi dari rumah Ibu Rosalinda ke rumahku menggunakan mobil pribadi walau proses evakuasinya luar biasa melelahkan.

Memutuskan Beralih ke Penanganan Medis

Rontgen Pasca Surgery 02-02-'15
Setelah kurang lebih dua bulan menjalani pengobatan dengan ahli urut tulang, keluarga kami merasakan tidak adanya progress, akhirnya aku dibawa dengan ambulans ke poliklinik terdekat yang ada di dekat rumahku untuk di rontgen. Rontgen dilakukan pada tanggal 26 Januari 2015. Hasilnya adalah tulang kakiku dinyatakan sama sekali tidak ada tanda-tanda akan menyambung.
Akhirnya kami memutuskan untuk ke dokter saja. Kebetulan saat itu BPJS punyaku sudah jadi (baru bikin setelah kecelakaan). Dari pihak Puskesmas, aku dirujuk ke rumah sakit kategori B yang ada di kotaku.
Akhirnya aku melakukan operasi penyambungan tulang pada tanggal 2 Februari 2015. Ada rasa lega setelah melakukan operasi, setidaknya aku lebih bebas bergerak walau baru diperbolehkan jalan dengan menggunakan tongkat kruk setelah 6 bulan operasi.
Karena itu aku bisa mengikuti kembali sidang akhir di bulan November 2015 meski masih harus menggunakan kruk. Setelahnya aku bisa mengikuti wisuda di bulan Desember 2015 (saat wisuda aku sudah bisa jalan). Rasanya benar-benar seperti melepas beban selama setahun sebelum akhirnya bisa benar-benar lulus.

Sebaiknya Pilih Jalur Medis atau Alternatif???

Berdasarkan pengalaman yang sudah aku ceritakan, jelas saja aku pilih Jalur Medis. Alasannya sbb:
  1. Ditangani oleh dokter ahli lebih terjamin dan tentunya meminimalisir resiko infeksi akibat patah yang terjadi.
  2. Dari segi biaya lebih murah ke dokter (noted: bagi yang punya asuransi). Karena aku pakai asuransi pemerintah bernama BPJS yang bayarnya ga mahal-mahal banget. Kebetulan aku pakai yang sebulannya dipotong Rp 80.000 (sebelumnya saat awal 2015 masih Rp 60.000) dan semua biaya tindakan di cover, sedangkan kira-kira dalam dua bulan berobat di sangkal putung, orang tuaku menghabiskan kurang lebih sekitar tujuh juta rupiah.
  3. Waktu pengobatan lebih cepat. Tidak perlu menginap berhari-hari, dalam hal ini sudah dipastikan waktu penyembuhannya dan tindakan lebih cepat dibandingkan dengan berobat ke sangkal putung. Waktu dirawat di sangkal putung, ibuku terpaksa harus nungguin aku dan ini benar-benar menyita waktu beliau.
  4. Tidak ada pantangan makan dan keharusan bedrest. Dokter spesialis orthopedi rumah sakit M bilang tidak melihat adanya engsel copot seperti yang dikatakan oleh ketiga ahli urut yang pernah merawatku sehingga tidak ada keharusan untuk bedrest. Menurut dokter yang sebut saja namanya adalah Armando, jika engsel copot maka bisa dipastikan kakiku akan dalam posisi mengangkang alias ga bisa rapat dan kenyataannya selama ini aku tetap bisa merapatkan kaki. Begitupun dengan pantangan makan, menurut para tukang urut itu jika aku melanggar, maka kakiku tidak akan bisa menyambung. Sementara menurut dokter justru aku harus banyak makan makanan yang bergizi untuk mempercepat penyambungan tulangku.
Untuk sekedar info, aku sudah melakukan operasi pelepasan pen pada 5 Mei 2017, sekarang aku sudah bisa jalan dan naik turun tangga. Meskipun aku masih belum bisa berlari dan sulit duduk bersimpuh. Aku bersyukur karena telah ditangani oleh ahlinya. Pada dasarnya tulang akan menyambung dengan sendirinya, tapi dengan operasi pemasangan pen akan membantu penyambungan tulang kita lebih lurus. Berobat di sangkal putung beresiko kaki tinggi sebelah akibat tulang yang tidak menyambung dengan baik. Menurut sepupuku yang kebetulan juga seorang dokter, tulang yang menyambung dengan kurang baik akan rentan pengapuran karena bentuk kaki yang timpang atau berat sebelah dan tentunya kalau sudah kena pengapuran dijamin akan sangat mengganggu aktifitas.
Kira-kira seperti itulah pengalamanku berobat di sangkal putung alias Pengobatan Alternatif urut patah tulang. Sekedar mengingatkan, tulisan ini mungkin terkesan kontra terhadap pengobatan sangkal putung, tapi aku kembalikan semuanya kepada diri kalian para pembaca yang mungkin kebetulan membaca, jika ternyata kalian mengalami hal serupa atau mungkin orang-orang terdekat juga kerabat kalian. Pilihan tetaplah di tangan kalian untuk memilih jalur medis atau alternatif, karena pada dasarnya yang akan menanggung untung dan ruginya adalah diri masing-masing. (Ai)

9 komentar:

  1. waduhhh..ngerinya..Saya ada pengalaman jaga suami yang patah tulang, suami exciden patah tulang pinggul.Pergerakan memang terbatas, berkerusi roda, sampaikan mandi dan buang hajat pun saya yang urus hampir 6 bulan terlantar,
    Alhamdullilah akhirnya kini suami sudahsembuh dari patah tulang sepenuhnya

    BalasHapus
  2. Gan apakah pasca operasi agan dipasang keteter ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya di pasang qu pernah operasi pemasangan pen

      Hapus
  3. kejadiannya nya hampir mirip denganku . dan letak patahnya juga mirip kak .bulan ini rencana mau pelepasan pen .

    BalasHapus
  4. Hallo selamat malam kk,sekarang gimna keaadannya udah sembuh total kah.sekarang saya persis mengalami seperti kk.saya agak takut kalo mau operasi bisa minta pencerahannya terimah kasih

    BalasHapus
  5. Sama kayak akuu juga patah kaki tahun 2015 pas masih smk kelas 2, tahun 2018 aku operasi cabut pen. Emang sihh aku pas itu turun berat badan banget karna tak ad makan gorengan segala macam

    BalasHapus
  6. Boleh tau emailnya kah? Saat ini saya sedang proses penyembuhan pasca operasi pasang pen di kaki

    BalasHapus
  7. Saya sudah 3bln berobat alternatif juga patah paha kanan saya alhamdulilah bisa berjalan meski harus pakai tongkat tapi lutut masih belum bisa sempurna untuk menekuk.apa hal normal jika selama 4bln nanti saya berjalan masih menggunakan tongkat kruk ?

    BalasHapus