Waktu
itu kejadiannya persis tanggal 20 November 2014, tepatnya empat hari setelah
pernikahan kakak keduaku dan dua hari sebelum sidang akhir Diploma IV yang akan
kuhadapi. Aku mengalami kecelakaan motor di perempatan dalam komplek rumahku
akibat bertabrakan dengan seorang pengantar galon yang mengebut dari arah kiri.
Akibatnya aku merasakan nyeri yang luar biasa di kaki kananku dan sulit
menggerakannya, waktu itu kulihat ada sebuah benjolan di tulang kering kananku
dan aku langsung sadar kalau itu kakiku patah. Mungkin akan terlalu panjang
kalau aku ceritakan kronologi kejadiannya dan bagaimana orang sekitar membantu
untuk mengevakuasi ke rumah sakit. Tulisanku ini akan lebih fokus ke masalah
pengobatannya saja.
Dibawa
ke Sangkal Putung
Tampak Depan Rontgen Setelah Kejadian |
Orangtuaku
tentunya sangat khawatir karena semuanya terjadi secara mendadak, karenanya
mereka mudah dipengaruhi orang lain perihal pengobatanku yang mengatakan
sebaiknya memilih pengobatan alternatif daripada medis. Alhasil aku dibawa ke
sebuah tempat sangkal putung (pengobatan alternatif untuk patah tulang dengan
cara diurut). Sebut saja nama bapaknya Haji Fernando (nama-nama sengaja kusamarkan
dan diganti nama tokoh telenovela aja), aku dirawat kira-kira selama 12 atau 14
hari dari tanggal 20 November. Karena aku ga nyaman dengan Haji Fernando dengan
suatu alasan yang ga bisa aku ceritakan, akhirnya aku pindah pengobatan ke
daerah kota D dengan tukang pijat wanita yang sebut saja namanya adalah Ibu
Rosalinda. Aku dirawat selama 25 hari di tempat Ibu Rosalinda.
Setelah
25 hari, Ibu Rosalinda menyarankan agar aku dirawat di rumah saja dan
mendatangi beliau seminggu sekali untuk diurut. Disebabkan kondisi yang tidak
memungkinkan karena jarak dari rumahku ke kota D lumayan jauh dan daerahnya
sering macet jika harus bolak balik dengan mobil, akhirnya orangtuaku
memutuskan untuk mencari tukung urut terdekat yang bisa dipanggil secara antar
jemput ke rumah. Sebut saja nama bapak tukang urut yang berikutnya adalah Bapak
Eduardo. Menurut Bapak Eduardo kakiku agak sulit diobati karena gonta ganti
tukang urut, jadi menurut beliau kalau dari awal dirawat olehnya kemungkinan
sekarang aku sudah bisa jalan, mungkin juga salto dan kayang.
Tampak Samping Rontgen Setelah Kejadian |
Suka
Duka saat Dirawat di Sangkal Putung
1. Harus Bedrest
Ketiga ahli urut tersebut bilang kalau
engsel paha kananku copot dari tulang panggul, jadi aku ga diperbolehkan duduk
dan diharuskan bedrest (makan, minum, mandi, kegiatan hajat dalam keadaan
berbaring), kira-kira waktu itu aku harus bedrest selama dua bulan lebih. Coba
bayangkan seperti apa rasanya!? Bahkan punggungku sampai ruam parah karena
harus terus tiduran akibat tidak mendapat sirkulasi udara dengan baik. Pertama
kali dibantu duduk setelah sebulan lebih berbaring rasanya benar-benar pusing.
2. Banyak Pantangan Makan
Katanya aku dilarang makan-makanan yang
bergetah dan mengandung kolesterol, bahkan buah pisang yang sehat saja ga
boleh. Intinya sih ga boleh makan semua jenis makanan kecuali sayur rebus,
buah-buahan berair dan nasi, kalaupun boleh makan ikan goreng dan ayam kecap
hanya sekali-kali saja. Mungkin program ini sangat bagus buat yang mau nurunin
berat badan, soalnya memang beratku sempat turun, tapi gara-gara jenuh, aku
sempat mogok makan gara-gara mual memakan menu yang nyaris sama setiap harinya.
3. Tempat
yang Kurang Nyaman
Saat dirawat di dukun sangkal putung
Haji Fernando, semua pasien diletakan di ruang besar tanpa penghalang, masing-masing
digelarkan kasur yang sejujurnya kelihatan kotor dan tak pernah dibersihkan
(sepertinya bekas pasien sebelum-sebelumnya). Saat itu hanya aku pasien
perempuan satu-satunya, sehingga kalau mau mandi (dengan cara dilap) atau mau
melakukan kegiatan yang bersifat privasi, rasanya risih.
Saat di Ibu Rosalinda kebetulan ruangannya
lebih tertutup, kasurnya berupa ranjang dan kebetulan aku satu-satunya pasien
yang dirawat inap, namun karena ventilasinya terlalu kecil dan kebetulan
tubuhku memang gemuk, aku sering keringatan sampai-sampai punggung rasanya panas
(disinilah awal punggungku dipenuhi ruam-ruam karena biang keringat). Aku lega
karena akhirnya bisa dirawat di rumah, walau proses evakuasi cukup menyita
tenaga.
4. Biaya
Rawat yang Tidak Murah
Rontgen Setelah Diurut Tiga Tukang Urut |
Saat di Haji Fernando, ibuku
menghabiskan biaya kurang lebih Rp 800.000, entah bagaimana rinciannya, yang
jelas menurut Haji Fernando itu sudah termasuk biaya inap, obat (yang
sepertinya jamu buatan beliau), makan, juga jasa urut
Saat di Ibu Rosalinda ibuku menghabiskan
Rp 4.000.000 itu juga hasil menawar karena sebelumnya diminta Rp 4.500.000,
tanpa rincian biaya yang jelas juga. Menurut beliau itu untuk membayar jasa
urut, biaya inap dan katering pasien (sama seperti Ibu Rosalinda).
Saat dirawat di rumah dengan Bapak
Eduardo, kira-kira keluargaku harus memanggil beliau tiga hari sekali, dengan
biaya kira-kira Rp 100.000 – Rp 200.000 per pemanggilan. Kalau tidak salah aku
sudah sempat diurut enam kali oleh Bapak ini, setidaknya dalam seminggu orang
tua saya habis sekitar Rp 250.000 hingga Rp 400.000. Yah anggap saja orangtuaku
waktu itu sudah habis kurang lebih Rp 1.200.000 menggunakan jasa Bapak
Fernando.
Semua biaya tersebut belum termasuk
evakuasi ambulans saat ke Haji Fernando (Rp 200.000) dan saat dipindahkan ke
Ibu Rosalinda (Rp 400.000). Juga beberapa keperluanku selama bedrest seperti
popok dewasa, tisu kering dan tisu basah. Untungnya saat evakuasi dari rumah
Ibu Rosalinda ke rumahku menggunakan mobil pribadi walau proses evakuasinya
luar biasa melelahkan.
Memutuskan
Beralih ke Penanganan Medis
Rontgen Pasca Surgery 02-02-'15 |
Setelah
kurang lebih dua bulan menjalani pengobatan dengan ahli urut tulang, keluarga
kami merasakan tidak adanya progress, akhirnya aku dibawa dengan ambulans ke
poliklinik terdekat yang ada di dekat rumahku untuk di rontgen. Rontgen
dilakukan pada tanggal 26 Januari 2015. Hasilnya adalah tulang kakiku
dinyatakan sama sekali tidak ada tanda-tanda akan menyambung.
Akhirnya
kami memutuskan untuk ke dokter saja. Kebetulan saat itu BPJS punyaku sudah
jadi (baru bikin setelah kecelakaan). Dari pihak Puskesmas, aku dirujuk ke
rumah sakit kategori B yang ada di kotaku.
Akhirnya
aku melakukan operasi penyambungan tulang pada tanggal 2 Februari 2015. Ada
rasa lega setelah melakukan operasi, setidaknya aku lebih bebas bergerak walau
baru diperbolehkan jalan dengan menggunakan tongkat kruk setelah 6 bulan
operasi.
Karena
itu aku bisa mengikuti kembali sidang akhir di bulan November 2015 meski masih
harus menggunakan kruk. Setelahnya aku bisa mengikuti wisuda di bulan Desember
2015 (saat wisuda aku sudah bisa jalan). Rasanya benar-benar seperti melepas
beban selama setahun sebelum akhirnya bisa benar-benar lulus.
Sebaiknya
Pilih Jalur Medis atau Alternatif???
Berdasarkan
pengalaman yang sudah aku ceritakan, jelas saja aku pilih Jalur Medis.
Alasannya sbb:
- Ditangani oleh dokter ahli lebih terjamin dan tentunya meminimalisir resiko infeksi akibat patah yang terjadi.
- Dari segi biaya lebih murah ke dokter (noted: bagi yang punya asuransi). Karena aku pakai asuransi pemerintah bernama BPJS yang bayarnya ga mahal-mahal banget. Kebetulan aku pakai yang sebulannya dipotong Rp 80.000 (sebelumnya saat awal 2015 masih Rp 60.000) dan semua biaya tindakan di cover, sedangkan kira-kira dalam dua bulan berobat di sangkal putung, orang tuaku menghabiskan kurang lebih sekitar tujuh juta rupiah.
- Waktu pengobatan lebih cepat. Tidak perlu menginap berhari-hari, dalam hal ini sudah dipastikan waktu penyembuhannya dan tindakan lebih cepat dibandingkan dengan berobat ke sangkal putung. Waktu dirawat di sangkal putung, ibuku terpaksa harus nungguin aku dan ini benar-benar menyita waktu beliau.
- Tidak ada pantangan makan dan keharusan bedrest. Dokter spesialis orthopedi rumah sakit M bilang tidak melihat adanya engsel copot seperti yang dikatakan oleh ketiga ahli urut yang pernah merawatku sehingga tidak ada keharusan untuk bedrest. Menurut dokter yang sebut saja namanya adalah Armando, jika engsel copot maka bisa dipastikan kakiku akan dalam posisi mengangkang alias ga bisa rapat dan kenyataannya selama ini aku tetap bisa merapatkan kaki. Begitupun dengan pantangan makan, menurut para tukang urut itu jika aku melanggar, maka kakiku tidak akan bisa menyambung. Sementara menurut dokter justru aku harus banyak makan makanan yang bergizi untuk mempercepat penyambungan tulangku.
Untuk
sekedar info, aku sudah melakukan operasi pelepasan pen pada 5 Mei 2017, sekarang
aku sudah bisa jalan dan naik turun tangga. Meskipun aku masih belum bisa berlari
dan sulit duduk bersimpuh. Aku bersyukur karena telah ditangani oleh ahlinya.
Pada dasarnya tulang akan menyambung dengan sendirinya, tapi dengan operasi
pemasangan pen akan membantu penyambungan tulang kita lebih lurus. Berobat di
sangkal putung beresiko kaki tinggi sebelah akibat tulang yang tidak menyambung
dengan baik. Menurut sepupuku yang kebetulan juga seorang dokter, tulang yang
menyambung dengan kurang baik akan rentan pengapuran karena bentuk kaki yang
timpang atau berat sebelah dan tentunya kalau sudah kena pengapuran dijamin
akan sangat mengganggu aktifitas.
Kira-kira
seperti itulah pengalamanku berobat di sangkal putung alias Pengobatan Alternatif urut patah tulang. Sekedar mengingatkan, tulisan ini mungkin
terkesan kontra terhadap pengobatan sangkal putung, tapi aku kembalikan
semuanya kepada diri kalian para pembaca yang mungkin kebetulan membaca, jika
ternyata kalian mengalami hal serupa atau mungkin orang-orang terdekat juga
kerabat kalian. Pilihan tetaplah di tangan kalian untuk memilih jalur medis
atau alternatif, karena pada dasarnya yang akan menanggung untung dan ruginya
adalah diri masing-masing. (Ai)
waduhhh..ngerinya..Saya ada pengalaman jaga suami yang patah tulang, suami exciden patah tulang pinggul.Pergerakan memang terbatas, berkerusi roda, sampaikan mandi dan buang hajat pun saya yang urus hampir 6 bulan terlantar,
BalasHapusAlhamdullilah akhirnya kini suami sudahsembuh dari patah tulang sepenuhnya
Gan apakah pasca operasi agan dipasang keteter ?
BalasHapusIya di pasang qu pernah operasi pemasangan pen
Hapuskejadiannya nya hampir mirip denganku . dan letak patahnya juga mirip kak .bulan ini rencana mau pelepasan pen .
BalasHapusUnknown anak mana?
BalasHapusHallo selamat malam kk,sekarang gimna keaadannya udah sembuh total kah.sekarang saya persis mengalami seperti kk.saya agak takut kalo mau operasi bisa minta pencerahannya terimah kasih
BalasHapusSama kayak akuu juga patah kaki tahun 2015 pas masih smk kelas 2, tahun 2018 aku operasi cabut pen. Emang sihh aku pas itu turun berat badan banget karna tak ad makan gorengan segala macam
BalasHapusBoleh tau emailnya kah? Saat ini saya sedang proses penyembuhan pasca operasi pasang pen di kaki
BalasHapusSaya sudah 3bln berobat alternatif juga patah paha kanan saya alhamdulilah bisa berjalan meski harus pakai tongkat tapi lutut masih belum bisa sempurna untuk menekuk.apa hal normal jika selama 4bln nanti saya berjalan masih menggunakan tongkat kruk ?
BalasHapus