Kamis, 28 Desember 2017

Tergila-gila dengan Topokki: Si Putih Kenyal Berbalut Saus Merah



Topokki, Sumber: maangchi.com
Seiring dengan memuncaknya pengaruh Hallyu (Korean Wave) sejak tahun 1990, turut memberikan dampak terhadap boomingnya band-band asal Korea selatan di Indonesia pada kisaran 2007 lalu. Hal-hal berbau Korea selatan mulai diminati, dimulai dari perfilman, produk elektronik, industri musik, budaya dan tak ketinggalan makanannya.

Mungkin kebanyakan diantara kalian sudah banyak yang tahu dengan makanan-makanan Korea. Sekarang menu-menu khas negeri ginseng tersebut begitu mudah ditemukan dimana-mana dengan variasi harga yang cukup terjangkau. Tapi aku ingin sedikit cerita mengenai rasa penasaran yang pernah melandaku di tahun 2013. Pada saat itu, topokki masih agak sulit ditemukan. Kini topokki merupakan salah satu menu wajibku kalau mampir ke restoran Korea.

Kalau ditanya “Kenapa harus topokki? Bukan jajangmyeon, gimbap atau kimchi?" Agak sulit untuk menjelaskannya. Tapi yang pasti aku penasaran karena ga dapat gambaran rasanya kayak apa. Kira-kira begitulah alasan utamaku.

Kue yang seperti Pasta
Tepatnya pada tahun 2013 lalu, aku mulai penasaran dengan satu makanan yang sering muncul di drama-drama Korea bernama kue beras pedas. Warnanya putih-putih panjang berbentuk silinder, berbalur saus merah yang menggoda. Waktu itu rasanya kepengen banget nyobain makanan yang ternyata bernama Tteokbokki itu atau kita tulis saja Topokki. Rasa penasaran yang menghantuiku dikarenakan makanan tersebut terlihat seperti menu pasta Penne Arrabbiata. Untuk sekedar info, Arrabiattta adalah  saus pedas khas Italia yang terbuat dari bawang putih, tomat dan cabai merah kering.

Topokki atau yang dalam bahasa inggrisnya disebut dengan korean rice cake, memiliki tekstur yang kenyal dan lengket. Jika kalian melihat tutorial pembuatannya di youtube, makanan ini hanya memerlukan satu bahan utama yaitu tepung beras. Namun tepung beras yang digunakan bukanlah jenis tepung beras yang biasa ada di Indonesia. Jenis beras Indonesia dengan Korea sangatlah berbeda. Maka dari itu kita tidak akan bisa membuat kue beras ini dengan merek tepung beras yang biasa wara wiri di layar televisi kita.

Selain topokki, ada juga tteokkochi, kalau aku boleh bilang mungkin nama lainnya adalah sate topokki. Keduanya sama-sama menggunakan bumbu gochujang sehingga berwarna merah menyala. Perbedaan keduanya hanya di bentuk sajiannya serta bumbu racikan dalam saus gochujang-nya. Saus topokki biasanya menggunakan campuran kaldu dashi (rumput laut konbu dan anchovy) yang dimasak bersamaan dengan bahan pelengkap lainnya seperti sayur-sayuran, bakso ikan, telur dan banyak lagi. Sementara tteokkochi disajikan dengan cara disate dan bumbu gochujang-nya menggunakan campuran saus tomat.

Tteokkochi atau Sate Topokki
Pengolahan Tteok Mirip dengan Mitarashi Dango dari Jepang
Di Jepang ada salah satu kue kenyal manis yang mirip pengolahannya dengan tteok (bahan dasar topokki). Namanya adalah mitarashi dango. Bedanya, mitarashi dango berbentuk bulat kecil-kecil dan disate. Dango yang satu ini disajikan dengan siraman saus mitarashi manis dan kental yang terbuat dari soyu (kecap Jepang). Sementara topokki identik dengan tteok berbalur saus gochujang (pasta cabai fermentasi dari Korea). Kenapa aku bilang sama?? Karena Jepang dan Korea memiliki jenis beras yang sama, yaitu short grain. Beras short grain yang berasal dari kedua negara di wilayah Asia Timur tersebut, biasa dikenal dengan sebutan beras sushi. Beras sushi memiliki bentuk bulir pendek dan cenderung bulat, yang jika dimasak memiliki tekstur yang lengket. Mitarashi Dango sendiri terbuat dari bahan utama joshinko (tepung beras Jepang).

Mitarashi Dango dari Jepang
Memulai Pencarian Topokki
Kembali dengan rasa penasaranku terhadap topokki, akhirnya Indi mengajakku untuk mencoba topokki pertama kalinya di Lottemart Bintaro. Kami pergi kesana dengan menggunakan kereta. Di dalam Lottemart ada stan makanan yang menjual beberapa menu Korea, seperti kimchi, odeng dan tidak ketinggalan topokki. Kami pun lalu memesan topokki.

Alhasil, aku langsung jatuh hati pada gigitan pertama. Alasannya sih sebenarnya gara-gara rasa sausnya manis. Aku ini kalau kata orang, lidahnya jawa banget karena doyan makanan bercita rasa manis. Topokki yang kami pesan saat itu harganya sekitar Rp 30.000.

Setelah pengalaman memakan topokki di Lottemart aku berusaha mencari-cari lagi makanan tersebut karena kepengen. Kalau harus jauh-jauh pergi ke Bintaro hanya untuk makan toppoki aja rasanya ga mungkin deh. Kebetulan waktu itu ada ekspatriat orang Korea selatan yang tinggal tak jauh dari kampusku. Istrinya sempat membuka kedai masakan Korea. Mungkin si ibu menyadari peluang bisnis ini karena Indonesia lagi demam Korea. Kedai tersebut juga menjual topokki. Kemudian aku mencoba untuk membeli takeaway sebanyak satu porsi. Harganya saat itu sekitar Rp 15.000. Sampai di rumah aku langsung mencicipinya. Sayang bau gochujang-nya menyengat banget udah gitu rasa tteok-nya agak mentah. Tapi karena packaging-nya menggunakan kemasan tempat makan yang bisa dimasukan ke microwave, jadi untuk harga segitu boleh dibilang murah banget.

Kapok dengan topokki yang dekat kampusku, aku beralih untuk mencoba membeli topokki dari sebuah online shop yang aku temukan di mbah google. Waktu makanannya datang pertama kali, aku excited banget. Rasa tteok-nya enak banget walau tanpa saus. Kalau dimakan begitu aja akan tercium aroma harum mirip nasi dari beras pandan wangi dan rasanya samar-samar gurih manis. Harganya kalau tidak salah waktu itu sekitar Rp 38.000 untuk ukuran 500 gram, belum termasuk ongkos kirim. Sayangnya aku harus kembali kecewa karena bumbu pembalurnya bukan terbuat dari gochujang, melainkan lebih mirip dengan rasa saus tomat botolan.

Topokki dari Online Shop
Kemudian suatu hari temanku menawarkanku untuk nitip beli tteok mentah di Papaya Bandung, beserta dengan bumbu instan topokki-nya. Dan ternyata setelah produknya sampai di tangan, rasanya persis seperti topokki yang pernah kucicipi di Lottemart Bintaro. Akhirnya rasa penasaranku terobati juga. Waktu itu aku beli yang 500 gram tteok, beserta bumbu instannya dua bungkus. Untuk harganya, aku sudah lupa berapa rinciannya.

Toppoki dari Papaya Bandung
Oke, demikianlah ceritaku soal si maknyus topokki. Walau ceritanya udah lama, tapi entah kenapa makanan ini selalu membuatku pengen memakannya lagi dan lagi. Karena di tahun 2017 ini udah jamannya delivery dengan aplikasi ojek online, aku bisa pake jasa ini kalo lagi kepengen banget. Bahkan bisa juga membeli bahan dan sausnya di aplikasi toko-toko online. Ga kayak dulu kalau lagi kepengen, sampai bingung harus beli kemana. (Ai)

Senin, 25 Desember 2017

Pengalaman Operasi Lepas Pen Kaki

Takut Operasi Lepas Pen di Kaki

Setelah Keluar dari Ruang Operasi
Seperti yang sudah kuceritakan pada tulisanku yang sebelumnya aku telah melakukan operasi pemasangan pen pada tanggal 2 Februari 2014. Menurut dokter yang mengoperasiku, pelepasan pen sudah bisa dilakukan minimal satu tahun setelah pemasangan. Demikian juga pemakaian pen sebaiknya tidak lebih dari dua tahun.
 
Sejujurnya entah kenapa aku takut banget buat menjalani operasi pelepasan pen ini, sampai-sampai aku nangis saking takutnya. Padahal seumur hidup aku sudah pernah menjalani empat kali operasi (amandel, tulang hidung bengkok, usus buntu dan pemasangan pen). Yang membuat aku takut adalah bius spinal yang menimbulkan sensasi rasa kesetrum di area tertentu. Pada proses pembiusan spinal saat operasi pemasangan pen, aku sempat bergerak karena kaget. Padahal kalau bius spinal itu benar-benar ga boleh bergerak selama proses penyuntikan. Namun pada akhirnya, aku menjalani operasi pelepasan pen pada tanggal 5 Mei 2017.

Proses Pemulihan Pasca Operasi Lepas Pen

Sama seperti operasi yang sebelumnya, jahitan baru bisa dibuka minimal 2 minggu setelah operasi. Selama itu aku dilarang berjalan menggunakan kaki kananku, sehingga untuk berjalan aku menggunakan bantuan tongkat kruk dan bertumpu pada kaki kiriku. Setelah jahitan dibuka, dokter memperbolehkanku jalan dengan kedua kaki namun tetap menggunakan kruk selama 2 minggu, alasannya?? Haha karena tubuhku gemuk. Jadi sebenarnya menurut dokter, aku sudah boleh berjalan tanpa kruk jika badanku langsing. Karena aku ingin cepat pulih tentu saja kuturuti saran dokter. Sebulan setelah operasi aku baru benar-benar bisa berjalan tanpa bantuan apapun.
 
Untuk jaga-jaga selama tiga bulan aku ga melakukan aktifitas yang memberatkan kakiku. Aku menghindari untuk mengangkat barang-barang berat, naik turun tangga atau berdiri terlalu lama. Maklum aku jadi ekstra hati-hati, pernah mengalami patah tulang bukanlah pengalaman yang mudah untuk dilalui.

Kenapa Harus Operasi Lepas Pen??

Kenapa harus operasi Lepas Pen?? Itu karena pemakaian pen jangka panjang justru bisa beresiko patah tulang di bagian lainnya. Alasannya karena tulang bersifat elastis sementara pen adalah benda padat, sehingga kemungkinan akan terjadi tarik menarik. Apalagi karena letaknya di kaki yang pastinya akan sering digunakan untuk berjalan setiap saat. Menakutkan bukan!? Maka dari itu meskipun takut, kukumpulkan segenap tekad untuk menjalani operasi tersebut. Operasinya pun hanya memakan waktu kurang dari setengah jam. Tidak seperti operasi pemasangan pen yang memakan waktu satu setengah jam. Terlebih karena bius spinal membuat pasiennya tetap sadar, pastinya akan sangat membosankan jika harus menunggu lama-lama.

Pen yang Diberikan Pasca Operasi Pelepasan
Rasanya lega banget, karena selama kurang lebih 3 tahun memakai pen aku merasa kurang bebas. Terkadang ada rasa nyeri yang luar biasa. Pernah aku nyaris kepeleset karena lantai licin, ada rasa ngilu akibat tulang yang menegang beradu dengan pen. Ada kalanya aku merasa kakiku sangat pegal di daerah betis. Saat masih memakai pen aku menuruni anak tangga dengan mendahulukan kaki kiri, karena rasanya sakit jika menapak dengan kaki yang ada pennya. Kini semua rasa sakit itu sudah hilang. Penaklukanku akan rasa takut menaiki meja operasi telah terbayarkan.

Mitos Memakai Pen: Udara Dingin Ngilu, Ada Petir Kesetrum???

Pen yang Sudah Dibersihkan
Banyak yang bilang soal mitos memakai pen, yaitu jika udara sedang dingin akan sangat ngilu. Malahan ada juga yang lebih ngaco lagi bilang kalau ada petir bisa kesetrum. Cuma bisa cengar-cengir kalau ingat semua perkataan orang-orang itu. Yang jelas aku buru-buru lepas pen bukan karena mitos itu. Seperti yang kuceritakan tadi, aku lebih takut resiko patah lagi. Ngilu yang aku rasain hanya kadang-kadang, baik saat cuaca panas ataupun dingin. Biasanya rasa ngilu timbul akibat aku terlalu banyak berjalan alias terlalu capek. Kalau kesetrum pas ada petir, lebih-lebih lagi ga pernah. Mungkin iya bisa kesetrum asalkan aku berdiri di tengah lapangan luas atau duduk dekat pohon pas lagi banyak petir. Lagian itu namanya bukan kesetrum, tapi kesamber petir.

Oke sekian cerita operasi pelepasan pen di kakiku. Bagi kalian yang mungkin masih mikir dua kali buat lepas pen atau ga, aku sarankan dengan amat sangat sebaiknya iya. Jangan takut, banyak berdoa, minta support dari orang-orang tersayang. Biasanya dokter anastesi (yang bertugas membius) akan berusaha menenangkan pasien yang ketakutan saat di ruang operasi, jadi dijamin rasanya ga akan terlalu tegang-tegang amat. (Ai)

Minggu, 24 Desember 2017

Pengalaman Patah Tulang di Kaki Kanan



Waktu itu kejadiannya persis tanggal 20 November 2014, tepatnya empat hari setelah pernikahan kakak keduaku dan dua hari sebelum sidang akhir Diploma IV yang akan kuhadapi. Aku mengalami kecelakaan motor di perempatan dalam komplek rumahku akibat bertabrakan dengan seorang pengantar galon yang mengebut dari arah kiri. Akibatnya aku merasakan nyeri yang luar biasa di kaki kananku dan sulit menggerakannya, waktu itu kulihat ada sebuah benjolan di tulang kering kananku dan aku langsung sadar kalau itu kakiku patah. Mungkin akan terlalu panjang kalau aku ceritakan kronologi kejadiannya dan bagaimana orang sekitar membantu untuk mengevakuasi ke rumah sakit. Tulisanku ini akan lebih fokus ke masalah pengobatannya saja.

Dibawa ke Sangkal Putung

Tampak Depan Rontgen Setelah Kejadian
Orangtuaku tentunya sangat khawatir karena semuanya terjadi secara mendadak, karenanya mereka mudah dipengaruhi orang lain perihal pengobatanku yang mengatakan sebaiknya memilih pengobatan alternatif daripada medis. Alhasil aku dibawa ke sebuah tempat sangkal putung (pengobatan alternatif untuk patah tulang dengan cara diurut). Sebut saja nama bapaknya Haji Fernando (nama-nama sengaja kusamarkan dan diganti nama tokoh telenovela aja), aku dirawat kira-kira selama 12 atau 14 hari dari tanggal 20 November. Karena aku ga nyaman dengan Haji Fernando dengan suatu alasan yang ga bisa aku ceritakan, akhirnya aku pindah pengobatan ke daerah kota D dengan tukang pijat wanita yang sebut saja namanya adalah Ibu Rosalinda. Aku dirawat selama 25 hari di tempat Ibu Rosalinda.
Setelah 25 hari, Ibu Rosalinda menyarankan agar aku dirawat di rumah saja dan mendatangi beliau seminggu sekali untuk diurut. Disebabkan kondisi yang tidak memungkinkan karena jarak dari rumahku ke kota D lumayan jauh dan daerahnya sering macet jika harus bolak balik dengan mobil, akhirnya orangtuaku memutuskan untuk mencari tukung urut terdekat yang bisa dipanggil secara antar jemput ke rumah. Sebut saja nama bapak tukang urut yang berikutnya adalah Bapak Eduardo. Menurut Bapak Eduardo kakiku agak sulit diobati karena gonta ganti tukang urut, jadi menurut beliau kalau dari awal dirawat olehnya kemungkinan sekarang aku sudah bisa jalan, mungkin juga salto dan kayang.
 
Tampak Samping Rontgen Setelah Kejadian
Suka Duka saat Dirawat di Sangkal Putung

1. Harus Bedrest
Ketiga ahli urut tersebut bilang kalau engsel paha kananku copot dari tulang panggul, jadi aku ga diperbolehkan duduk dan diharuskan bedrest (makan, minum, mandi, kegiatan hajat dalam keadaan berbaring), kira-kira waktu itu aku harus bedrest selama dua bulan lebih. Coba bayangkan seperti apa rasanya!? Bahkan punggungku sampai ruam parah karena harus terus tiduran akibat tidak mendapat sirkulasi udara dengan baik. Pertama kali dibantu duduk setelah sebulan lebih berbaring rasanya benar-benar pusing.

2. Banyak Pantangan Makan
Katanya aku dilarang makan-makanan yang bergetah dan mengandung kolesterol, bahkan buah pisang yang sehat saja ga boleh. Intinya sih ga boleh makan semua jenis makanan kecuali sayur rebus, buah-buahan berair dan nasi, kalaupun boleh makan ikan goreng dan ayam kecap hanya sekali-kali saja. Mungkin program ini sangat bagus buat yang mau nurunin berat badan, soalnya memang beratku sempat turun, tapi gara-gara jenuh, aku sempat mogok makan gara-gara mual memakan menu yang nyaris sama setiap harinya.

3. Tempat yang Kurang Nyaman
Saat dirawat di dukun sangkal putung Haji Fernando, semua pasien diletakan di ruang besar tanpa penghalang, masing-masing digelarkan kasur yang sejujurnya kelihatan kotor dan tak pernah dibersihkan (sepertinya bekas pasien sebelum-sebelumnya). Saat itu hanya aku pasien perempuan satu-satunya, sehingga kalau mau mandi (dengan cara dilap) atau mau melakukan kegiatan yang bersifat privasi, rasanya risih.
Saat di Ibu Rosalinda kebetulan ruangannya lebih tertutup, kasurnya berupa ranjang dan kebetulan aku satu-satunya pasien yang dirawat inap, namun karena ventilasinya terlalu kecil dan kebetulan tubuhku memang gemuk, aku sering keringatan sampai-sampai punggung rasanya panas (disinilah awal punggungku dipenuhi ruam-ruam karena biang keringat). Aku lega karena akhirnya bisa dirawat di rumah, walau proses evakuasi cukup menyita tenaga.

4. Biaya Rawat yang Tidak Murah
Rontgen Setelah Diurut Tiga Tukang Urut
Saat di Haji Fernando, ibuku menghabiskan biaya kurang lebih Rp 800.000, entah bagaimana rinciannya, yang jelas menurut Haji Fernando itu sudah termasuk biaya inap, obat (yang sepertinya jamu buatan beliau), makan, juga jasa urut
Saat di Ibu Rosalinda ibuku menghabiskan Rp 4.000.000 itu juga hasil menawar karena sebelumnya diminta Rp 4.500.000, tanpa rincian biaya yang jelas juga. Menurut beliau itu untuk membayar jasa urut, biaya inap dan katering pasien (sama seperti Ibu Rosalinda).
Saat dirawat di rumah dengan Bapak Eduardo, kira-kira keluargaku harus memanggil beliau tiga hari sekali, dengan biaya kira-kira Rp 100.000 – Rp 200.000 per pemanggilan. Kalau tidak salah aku sudah sempat diurut enam kali oleh Bapak ini, setidaknya dalam seminggu orang tua saya habis sekitar Rp 250.000 hingga Rp 400.000. Yah anggap saja orangtuaku waktu itu sudah habis kurang lebih Rp 1.200.000 menggunakan jasa Bapak Fernando.
Semua biaya tersebut belum termasuk evakuasi ambulans saat ke Haji Fernando (Rp 200.000) dan saat dipindahkan ke Ibu Rosalinda (Rp 400.000). Juga beberapa keperluanku selama bedrest seperti popok dewasa, tisu kering dan tisu basah. Untungnya saat evakuasi dari rumah Ibu Rosalinda ke rumahku menggunakan mobil pribadi walau proses evakuasinya luar biasa melelahkan.

Memutuskan Beralih ke Penanganan Medis

Rontgen Pasca Surgery 02-02-'15
Setelah kurang lebih dua bulan menjalani pengobatan dengan ahli urut tulang, keluarga kami merasakan tidak adanya progress, akhirnya aku dibawa dengan ambulans ke poliklinik terdekat yang ada di dekat rumahku untuk di rontgen. Rontgen dilakukan pada tanggal 26 Januari 2015. Hasilnya adalah tulang kakiku dinyatakan sama sekali tidak ada tanda-tanda akan menyambung.
Akhirnya kami memutuskan untuk ke dokter saja. Kebetulan saat itu BPJS punyaku sudah jadi (baru bikin setelah kecelakaan). Dari pihak Puskesmas, aku dirujuk ke rumah sakit kategori B yang ada di kotaku.
Akhirnya aku melakukan operasi penyambungan tulang pada tanggal 2 Februari 2015. Ada rasa lega setelah melakukan operasi, setidaknya aku lebih bebas bergerak walau baru diperbolehkan jalan dengan menggunakan tongkat kruk setelah 6 bulan operasi.
Karena itu aku bisa mengikuti kembali sidang akhir di bulan November 2015 meski masih harus menggunakan kruk. Setelahnya aku bisa mengikuti wisuda di bulan Desember 2015 (saat wisuda aku sudah bisa jalan). Rasanya benar-benar seperti melepas beban selama setahun sebelum akhirnya bisa benar-benar lulus.

Sebaiknya Pilih Jalur Medis atau Alternatif???

Berdasarkan pengalaman yang sudah aku ceritakan, jelas saja aku pilih Jalur Medis. Alasannya sbb:
  1. Ditangani oleh dokter ahli lebih terjamin dan tentunya meminimalisir resiko infeksi akibat patah yang terjadi.
  2. Dari segi biaya lebih murah ke dokter (noted: bagi yang punya asuransi). Karena aku pakai asuransi pemerintah bernama BPJS yang bayarnya ga mahal-mahal banget. Kebetulan aku pakai yang sebulannya dipotong Rp 80.000 (sebelumnya saat awal 2015 masih Rp 60.000) dan semua biaya tindakan di cover, sedangkan kira-kira dalam dua bulan berobat di sangkal putung, orang tuaku menghabiskan kurang lebih sekitar tujuh juta rupiah.
  3. Waktu pengobatan lebih cepat. Tidak perlu menginap berhari-hari, dalam hal ini sudah dipastikan waktu penyembuhannya dan tindakan lebih cepat dibandingkan dengan berobat ke sangkal putung. Waktu dirawat di sangkal putung, ibuku terpaksa harus nungguin aku dan ini benar-benar menyita waktu beliau.
  4. Tidak ada pantangan makan dan keharusan bedrest. Dokter spesialis orthopedi rumah sakit M bilang tidak melihat adanya engsel copot seperti yang dikatakan oleh ketiga ahli urut yang pernah merawatku sehingga tidak ada keharusan untuk bedrest. Menurut dokter yang sebut saja namanya adalah Armando, jika engsel copot maka bisa dipastikan kakiku akan dalam posisi mengangkang alias ga bisa rapat dan kenyataannya selama ini aku tetap bisa merapatkan kaki. Begitupun dengan pantangan makan, menurut para tukang urut itu jika aku melanggar, maka kakiku tidak akan bisa menyambung. Sementara menurut dokter justru aku harus banyak makan makanan yang bergizi untuk mempercepat penyambungan tulangku.
Untuk sekedar info, aku sudah melakukan operasi pelepasan pen pada 5 Mei 2017, sekarang aku sudah bisa jalan dan naik turun tangga. Meskipun aku masih belum bisa berlari dan sulit duduk bersimpuh. Aku bersyukur karena telah ditangani oleh ahlinya. Pada dasarnya tulang akan menyambung dengan sendirinya, tapi dengan operasi pemasangan pen akan membantu penyambungan tulang kita lebih lurus. Berobat di sangkal putung beresiko kaki tinggi sebelah akibat tulang yang tidak menyambung dengan baik. Menurut sepupuku yang kebetulan juga seorang dokter, tulang yang menyambung dengan kurang baik akan rentan pengapuran karena bentuk kaki yang timpang atau berat sebelah dan tentunya kalau sudah kena pengapuran dijamin akan sangat mengganggu aktifitas.
Kira-kira seperti itulah pengalamanku berobat di sangkal putung alias Pengobatan Alternatif urut patah tulang. Sekedar mengingatkan, tulisan ini mungkin terkesan kontra terhadap pengobatan sangkal putung, tapi aku kembalikan semuanya kepada diri kalian para pembaca yang mungkin kebetulan membaca, jika ternyata kalian mengalami hal serupa atau mungkin orang-orang terdekat juga kerabat kalian. Pilihan tetaplah di tangan kalian untuk memilih jalur medis atau alternatif, karena pada dasarnya yang akan menanggung untung dan ruginya adalah diri masing-masing. (Ai)