Jumat, 05 Oktober 2018

John Wick, Kisah Sulitnya Keluar dari Lingkaran Organisasi Rahasia

Official Poster
Oke, saya ngaku. Sebenarnya, awal saya membaca sinopsis John Wick saya tidak tertarik dengan film aksi kriminal satu ini. Pertama, karena saya pribadi tidak terlalu menyukai film-film aksi tembak-tembakan yang dipenuhi adegan kejar-kejaran sembari menunggang mobil. Kedua, saya sudah kenyang nonton film-film seperti James Bond, lantaran sering menampilkan karakter-karakter cewe seksi bertaring (femme fatale) yang punya love affair dengan karakter utama pria flamboyan. Di atas semua itu, nampaknya saya memang mudah kelelahan menonton film aksi dimana bumi serasa digoyang menggunakan angle kamera yang berubah-ubah.

Butuh waktu beberapa lama sampai saya sadar kalau John Wick punya ramuan khas sendiri. Ketimbang kisah jagoan yang membasmi sindikat organisasi rahasia dan jatuh hati pada mata-mata perempuan, saya melihat cerita John Wick lebih banyak berkutat pada perjuangan seorang pria keluar dari lingkaran organisasi rahasia para pembunuh bayaran yang pernah membesarkan namanya. Ramuan ini menjadikan JW selalu menarik diikuti. Sebab, penonton pun pasti ingin tahu kenapa ia bersikeras keluar dan bagaimana caranya sang pemeran utama membebaskan diri dari aturan-aturan yang berlaku di dunia kriminal kelas kakap. Ditambah lagi, JW menyuguhkan koreografi perkelahian yang menurut saya elegan, boleh dibilang seperti orang yang sedang menari sembari menembak. Tidak heran, selepas seri originalnya, John Wick: Chapter 2 digadang sebagai salah satu sequel film terbaik di tengah film-film sequel gagal dari film-film aksi kriminal terkenal, seperti Taken 2 dan 3.

John Wick 1: Kembali ke Dunia Hitam

Sesuai judulnya, JW berkisah mengenai pensiunan pembunuh bayaran legendaris The Boogeyman yang memiliki nama asli Johnathan Wick (Keanu Reeves). Masa pensiunnya terpaksa dilalui sendirian dalam duka setelah istri tercintanya sekaligus keluarga satu-satunya meninggal akibat penyakit kronis. Suatu hari, seekor anak anjing tiba di depan pintu rumahnya. Ternyata, sang istri meninggalkan wasiat untuk menghadiahi John teman anak anjing bernama Daisy agar John bisa belajar mencintai lagi dan memulai hidup baru.

John bertemu anak anjing Daisy
Sedari bagian prolog film bergenre neo-noir ini, rasanya seperti ada yang mengiris-iris bawang di depan muka saya. Siapa sangka, film yang saya kira ‘macho’ bakal dibuka dengan air mata yang berlinang-linang dari seorang pria yang tengah menggendong anak anjing. Setelah itu, John dan Daisy pun cepat akrab dan tak terpisahkan.

Malangnya, suatu malam John mendapati anak anjing kesayangannya dibunuh oleh sekelompok gangster Russia yang menyusup ke dalam rumah untuk mencuri mobil antiknya. Akibatnya, 'monster' dalam diri John Wick pun bangkit kembali untuk menuntut balas. Bagi John, segala sesuatu punya harga yang harus dibayarkan, samas seperti halnya nyawa juga harus dibayar dengan nyawa. Maka, dimulailah pengejaran John untuk membunuh Iosef Tasarov (Alfie Allen), si ketua geng Russia pembunuh Daisy.

Jalan terjal tak hentinya menghadang misi perburuan John saat terkuak bahwa Iosef si anak papa ternyata merupakan putra dari seorang ketua sindikat kriminal Russia terbesar di New York yang bernama Viggo Tasarov (Michael Nyqvist). Ini artinya, mau tidak mau John harus kembali masuk ke dalam lingkaran organisasi rahasia yang pernah mati-matian ia tinggalkan. Ia pun memulai perburuannya dengan mengunjungi kawan lamanya yang bernama Winston (Ian McShane), seorang boss sindikat yang merangkap pemilik sekaligus manajer Hotel Continental di New York.

John berhasil menembak Iosef
Uniknya, lingkaran organisasi rahasia dalam film ini ibarat dunia lain yang mirip dengan dunia biasa dengan sedikit perbedaan hukum dan sistem. Dunia kriminal ala John Wick memiliki layanan kesehatan, bengkel mobil, jasa pembersih mayat, toko senapan, penjahit baju anti peluru, bahkan penginapan untuk para pembunuh bayaran yang bernama Hotel Continental. Meskipun demikian, uang biasa tidak berlaku di sini. Sebagai gantinya mereka bertransaksi menggunakan koin emas yang tidak diketahui berapa nominal satuannya.

Saya jadi ingat tentang mata uang dunia maya yang bernama bit coin. Meskipun banyak yang mengakuinya sebagai nilai tukar yang legal, tetapi juga tidak kalah banyak digunakan para kriminal untuk bertransasksi membeli barang-barang ilegal dan jasa pembunuh bayaran di dalam ruang maya Dark Web. Menurut kabar, satuan mata uang ini cukup sulit dilacak dan memiliki nilai tukar yang besar. Satu bit coin saja konon setara dengan 100 juta rupiah.

John Wick 2: Hukum dan Hutang

Sebagaimana kisah John Wick pertama, alur cerita John Wick: Chaper 2 pun masih berputar di sekitar John Wick yang tak hentinya tersedot ke dalam kegiatan organisasi rahasia. Kali ini, John terlilit hutang pada seorang pejabat sindikat kriminal Camorra bernama Santino D’Antonio (Riccardo Scamarcio). Namun, bukan hutang barang atau uang tentunya. Hutang yang dimaksud ialah hutang budi.

Dahulu, agar bisa keluar dari organisasi, John meminta bantuan kepada Santino. Sebagai gantinya, John memberi Santino sebuah marker berupa compact disk bergambar tengkorak yang berisi cap darahnya sendiri. Menurut tradisi, seorang pemegang marker seperti Santino berhak meminta apapun kepada sang pemberi marker yang telah membubuhkan cap darahnya. Menolak permintaan pemegang marker artinya John sudah harus siap diburu dan eksekusi. Dengan berat hati, John pun mengiyakan permintaan Santino.

Marker bukti kesepakatan John dan Santino
Sialnya, Santino malah meminta John membunuh saudari sekaligus pesaingnya yang bernama Gianna D’Antonio (Claudia Gerini). Konflik menjadi semakin pelik dan menyulitkan bagi John, lantaran Santino malah berbalik mengejarnya dengan alasan menghormati tradisi mafia Italia yang wajib menuntut balas kematian keluarganya. Meski pembunuhan saudarinya merupakan ide Santino sendiri, ia tetap membuka perburuan kepala John Wick dengan imbalan 7 juta dolar kepada seluruh pembunuh bayaran yang berada di New York.

Dibandingkan seri pertamanya, John Wick: Chapter 2 mengeksplorasi lebih dalam hukum dan cara kerja dunia kriminal kelas kakap secara fiksional. Meskipun fiksi, sebenarnya apa yang disajikan hanya berkaca pada cara kerja organisasi rahasia di dunia nyata. Melalui Chapter 2, penonton dibawa untuk membayangkan struktur dan cara kerja organisasi rahasia seperti Freemason, sindikat kriminal Italia, dan Ordo-Ordo Kesatria di Eropa. Bahkan julukan Camorra sendiri sebenarnya julukan asli mafia Italia di Naples.

Layaknya secret society tersebut, organisasi-organisasi rahasia dalam JW juga banyak menggunakan simbol berupa tulisan atau lambang. Tak hanya simbol saja yang seringkali “disembah”, janji dan aturan pun harus selalu ditaati. Menurut Winston, setidaknya ada dua aturan sakral untuk semua anggota organisasi, yaitu tidak boleh membunuh di Hotel Continental di seluruh dunia dan setiap marker harus dihormati. Apabila melanggar salah satu aturan ini, seorang anggota organisasi sudah harus siap meregang nyawa, tidak peduli apa pangkatnya.

Winston menjelaskan dua aturan yang tidak boleh dilanggar kepada John
Dengan segala aturan tersebut, bagaimana caranya John Wick bisa benar-benar pensiun dari pekerjaannya sebagai pembunuh bayaran? Yah, inilah yang menurut saya membuat film ini menjadi menarik. Ditambah lagi di penghujung Chapter 2, saking kesalnya dipermainkan, John sampai kelepasan membunuh Santino di dalam bar Hotel Continental New York. Ia pun terpaksa ditetapkan sebagai Ex-communicado oleh Winston dan diberi kesempatan selama 1 jam untuk kabur sebelum pembunuh bayaran dari seluruh dunia memburunya. Ketegangan ini akan dilanjutkan ke seri selanjutnya yang bertajuk John Wick 3: Parabellum pada tahun 2019 mendatang. Saya pun jadi tidak sabar menantinya. (Ind)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar