Senin, 26 November 2018

Pertemuan Loli dan Tema Motherhood yang Sempurna dalam Anime Sayonara no Asa ni Yakusoku no Hana o Kazarō (SayoAsa)

poster anime maquia
Official Poster SayoAsa
Sekilas judul artikel ini memang sedikit sumbang di telinga. Tetapi, bagi yang akhir-akhir ini masih sering mengikuti anime Jepang mungkin bisa menebak arah pembahasan artikel ini. Saya pribadi sudah jarang menonton anime, tapi yang saya amati wujud karakter dalam anime baru-baru ini semakin kerdil dan imut-imut. Julukan loli (dari lolita) bagi karakter perempuan imut berusia balita hingga remaja pun semakin banyak dikenal luas di kalangan penggemar anime.

Berkat popularitasnya kini, terminologi loli dalam dunia anime tak jarang membuat saya jengah. Karakter loli tak ayal lagi dikotak-kotakan ke dalam kategori yang ‘ajaib’, misalnya saja seperti immortal loli atau legal loli. Karakter loli jenis ini umumnya berbadan kecil, imut, dan terkadang lugu, tetapi memiliki usia asli setingkat perempuan dewasa, bahkan ada yang dikisahkan berusia abadi (immortal)! Deskripsi ini tentunya mengandung kontradiksi, mengingat menurut definisinya, loli ialah perempuan yang belum matang usianya (di bawah 18 tahun).

tipe-tipe loli dalam anime
Tipe-tipe loli dalam anime, Sumber: knowyourmeme.com
Di tengah ‘aksi menolak’ saya terhadap karakter loli belakangan ini, saya cukup tertegun saat menonton anime Sayonara no Asa ni Yakusoku no Hana o Kazarō. Bisa dibilang, anime yang satu ini mendekati sempurna saat mempertemukan konsep immortal loli dengan tema motherhood. Siapa sangka, karakter loli bisa tampil bak seorang ibu sungguhan.

Sayonara no Asa ni Yakusoku no Hana o Kazarō—diterjemahkan menjadi Maquia: When the Promised Flower Blooms untuk pasar film internasional—adalah anime-movie yang berhasil menggebrak dunia animasi Jepang sejak awal tahun 2018. Anime yang disingkat SayoAsa ini ditulis dan diarahkan oleh Mari Okada (Anohana, Gundam Iron-Blooded Orphans). Produksinya sendiri dilakukan oleh studio P.A. Works atas restu langsung dari Kenji Horikawa, presiden direktur P.A. Works. Semua berawal sejak tahun 2012, ketika Horikawa mengutarakan kepada Okada bahwa ia selalu ingin melihat apa yang ia sebut sebagai “100% anime Okada”.

close up wajah loli maquia
Maquia, karakter utama SayoAsa
Bagi veteran dalam dunia anime, nama Mari Okada tentu sudah tidak asing. Dia adalah sedikit dari penulis naskah perempuan yang berhasil dalam industri animasi Jepang. Selayaknya industri film pada umumnya, industri anime Jepang pun tak jarang mengkerdilkan daya kreatif perempuan. Terdapat sebuah pandangan seksis yang menganggap perempuan itu berselera rendah dalam hal imajinasi dan fantasy. Bahkan produser Studio Ghibli, Yoshiaki Nishimura, pernah mengutarakan keraguannya memakai tenaga sutradara perempuan lantaran perempuan dianggap tidak se-idealis laki-laki saat menggarap cerita fantasy. Mari Okada membuktikan bahwa perempuan pun punya gaya fantasy tersendiri melalui debut penyutradaraannya yang pertama dalam anime fantasy SayoAsa.

WOMAN MEET FANTASY

Sebuah wawancara FANDOM dengan penulis-sutradara Mari Okada menyebutkan bahwa SayoAsa berhasil membolak-balik emosi penonton di Negeri Sakura yang sebagian terdiri dari kaum ibu. Mereka mengatakan, sangat sulit bagi orang tua untuk menerima gagasan tentang seorang anak yang mati mendahului orang tua. Hubungan ibu dan anak laki-lakinya yang berbeda dimensi usia ini-lah yang menjadi pematik drama berbalut fantasy ala Game of Thrones dalam SayoAsa.

pemukiman Iorph dalam anime maquia
Pemukiman Iorph yang tersembunyi
kota industri dalam anime maquia
Kota industri di Mezarte
SayoAsa berkisah tentang Maquia, seorang anak perempuan yatim piatu anggota ras manusia kuno Iorph yang memiliki usia hidup panjang. Meskipun usia dan pengalaman hidup mereka bertambah, tetapi Iorph tidak mengalami penuaan fisik dan selalu nampak seperti anak usia remaja. Karena hal inilah, Iorph kerap kali disebut ‘suku perpisahan’. Seorang Iorph harus menyaksikan perpisahan yang berulang-ulang sepanjang hidup mereka, karena seiring perubahan zaman sudah tidak ada lagi makhluk hidup lain yang menyamai masa hidup para Iorph.

Maquia amat takut jika masa hidupnya yang mencapai ratusan tahun kelak harus dilalui sendirian. Padahal hari-hari panjangnya yang damai dipenuhi canda bersama teman-teman terdekat seperti Leilia dan Krim, serta diasuh oleh tetua suku yang amat menyayanginya. Namun, itu semua tak mampu mengobati rasa kesepian Maquia.

Suatu malam, kemalangan pun menghampiri desa para Iorph. Mezarte, sebuah kerajaan medieval-industrialis yang tengah dirundung kemelut politik mengutus panglima kerajaan bernama Izol untuk mencari rahasia hidup panjang para Iorph. Dengan menunggang naga putih raksasa berjulukan Renato, tentara Mezarte membumi hanguskan desa dan menculik gadis yang dianggap paling cantik untuk dikawinkan dengan keturunan kerajaan. Gadis itu ternyata adalah Leilia.

Krim, Maquia, dan Leilia
Akibat pembantaian tersebut, Maquia harus terpisah dari teman-temannya. Leilia diculik, sedangkan Krim tak jelas rimbanya. Malangnya lagi, Maquia harus bertahan terdampar di daratan asing setelah terlilit kain yang menyangkut pada badan Renato yang sekarat dan terbawa terbang jauh. Sendirian di daratan asing tak ayal membuat Maquia gentar. Tanpa disadarinya, ia melangkah ke arah jurang dan mencoba untuk bunuh diri.

Akan tetapi, kesedihannya yang mendalam pun sirna saat itu juga seraya mendengar suara tangis bayi. Pertemuan dengan bayi mungil yang telah ditinggal sang ibu, seketika menghangatkan hati kesepian Maquia. Meski ragu pada awalnya, ia pun bertekad untuk mengasuh dan membesarkan bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Ariel.

Bagi Maquia, perannya sebagai ibu ternyata semakin sulit ketika Ariel sudah menginjak usia puber. Semakin lama, rupa mereka berdua semakin nampak sebaya. Hal ini membuat orang-orang sering menganggap Maquia dan Ariel adalah pasangan kekasih dengan cinta terlarang yang kabur dari rumah. Akibatnya, Ariel pun menjadi sangat malu dan enggan mengakui Maquia sebagai ibunya lagi. Pertengkaran antara keduanya menjadi tak terelakkan. Akhirnya, Ariel memutuskan bergabung menjadi anggota militer dan pergi meninggalkan Maquia, dengan alasan ingin melindungi sang ibu angkat.

adegan anime maquia
Ariel meninggalkan Maquia
Seperginya Ariel, Maquia merasa amat sedih dan menyebut Ariel seorang pembohong. Meski tak mengungkapkannya, Maquia mengetahui bahwa Ariel sengaja pergi hanya agar jauh dari ibunya. Meskipun demikian, ia tidak pernah sekalipun membenci anak angkatnya. Tak ayal, saat Ariel tua sakit-sakitan pun Maquia tetap senantiasa mengunjunginya dan menemani buah hatinya itu hingga tutup usia.

WHAT’S UP WITH IMMORTAL LOLI

Bagi fans berat anime, tampilan kekanakan Maquia sangat memenuhi syarat karakter loli. Lalu apa sih sebenarnya loli itu? Menurut urbandictionary.com, loli sendiri berasal dari kata lolita yang mengacu pada anak perempuan usia remaja yang atraktif secara seksual atau memiliki ketertarikan seksual terhadap pria yang lebih dewasa. Namun, nampaknya anime mengolah makna loli menjadi lebih luas lagi.

Saya sendiri tidak yakin kapan istilah ini muncul dalam tradisi anime di Jepang. Satu hal yang saya yakini, loli dalam anime sebenarnya merupakan wujud objektifikasi karakter perempuan sensual yang ditujukan untuk menjadi bahan tontonan laki-laki Jepang yang cenderung pemalu. Buah imajinasi ini lantas dikawinkan dengan isu di mana masyarakat Jepang merasa enggan menjajaki dunia dewasa dan rindu dengan masa kecilnya. Kerinduan ini umumnya lebih banyak terjadi pada laki-laki. Penolakan terhadap perubahan kondisi sosial dan fisik itulah yang lantas menciptakan imajinasi karakter perempuan yang selalu nampak muda dan riang, meski usianya sudah sangat tua, disebut immortal loli.

adegan anime maquia
Maquia pertama kali bertemu bayi Ariel
Immortal loli sendiri nampaknya memiliki fanbase yang besar. Bahkan, ada sebuah laman wikia yang mendedikasikan diri mendata karakter-karakter perempuan imut berusia puluhan hingga ratusan tahun. Biasanya, karakter-karakter ini disebutkan bukanlah manusia sungguhan, melainkan ras unik yang mengambil wujud manusia, seperti halnya Iorph dalam SayoAsa. Di Jepang sendiri, sebutan loli baba (baba = nenek-nenek) jauh lebih populer ketimbang “loli yang hidup abadi”.

Meskipun menonton loli nampak menyenangkan, penggambarannya terkadang tak lebih dari obsesi terhadap lawan jenis. Konsumen anime sendiri memang kebanyakan ditempati laki-laki, sehingga tidak mengherankan jika karakter perempuan imut lebih sering dieksploitasi. Namun, SayoAsa nampaknya memiliki kecenderungan yang berbeda berkat keterlibatan buah pikir penulis-sutradara perempuan. Mari Okada mengubah imajinasi tentang loli yang lebih kerap hidup dalam fantasy liar para laki-laki menjadi lebih manusiawi, lembut, dan mudah diterima penonton perempuan lewat pembawaan karakter ibu.

adegan anime maquia
Maquia mengucapkan perpisahan kepada Ariel
Drama dan konflik yang timbul berkat konsep kehidupan yang abadi yang mengisi nuansa fantasy dalam SayoAsa pun menjadi lebih masuk akal. Sebab, hubungan ibu dan anak adalah hubungan seumur hidup. Ketika waktu keduanya tak berjalan secara bersamaan tentu akan menimbulkan efek tragis. Unsur dramatis ini tentu saja jauh lebih relatable ketimbang menyimak kisah loli baba dalam beberapa anime yang berhasil hidup sendiri selama puluhan tahun, tetapi masih bertingkah seperti anak-anak, misalnya saja seperti Tatsumaki dalam serial terkenal One Punch Man. Tak mengherankan jika pada akhirnya banyak ibu-ibu muda di Jepang yang merasa tersentuh setelah menonton SayoAsa.

Tak hanya itu, SayoAsa tak lupa menunjukkan bahwa kehidupan yang panjang sepatutnya dirayakan dengan berbagai cara. Bagi Iorph, menenun adalah salah satu cara mengisi waktu hidup yang panjang, sejak lahir hingga tutup usia. Kain tenun Iorph yang disebut kain Hibiol dikatakan berharga sangat tinggi, karena berisi nilai kerajinan seumur hidup seorang Iorph. Melalui keahliannya menenun ini jugalah, Maquia menghidupi dirinya dan Ariel di tahun-tahun pertama kehidupan mereka di sebuah desa kecil.

adegan anime maquia
Salah satu adegan menenun dalam SayoAsa
adegan anime maquia
Menara Hibiol, bangunan yang dipenuhi hiasan kain Hibiol
Saya jadi ingat tradisi menenun perempuan-perempuan suku di beberapa wilayah di Indonesia. Para perempuan ini menenun seumur hidupnya, sedari usia dini hingga usia senja. Beberapa tradisi juga menyebutkan, perempuan-perempuan ini tidak diizinkan menikah jika belum fasih menenun. Selain menjadi keahlian utama eknomi perempuan dalam perdagangan, menenun juga merupakan napas hidup mereka. Secara simbolis, kain hasil tenun tadi menjadi sebuah bukti keseharian hidup seorang perempuan dalam tradisi suku di Indonesia, seperti halnya kain Hibiol milik para Iorph.

BAD MOTHERHOOD VS GOOD MOTHERHOOD

Satu hal yang membuat saya menikmati menonton SayoAsa adalah kemampuannya menjaga perspektif perempuan sentris. Di sini, yang dituturkan ialah tentang perempuan sepenuhnya. Tentang perasaan kesepian seorang Maquia, keputusannya mengadopsi bayi laki-laki untuk mengobati hatinya, serta perjuangannya meyakinkan diri bahwa ia adalah ibu bagi Ariel. Di sisi lain, kita juga disuguhi perjuangan seorang Leilia, perempuan cantik tomboy yang dipaksa menikah dan melahirkan seorang anak dari pangeran Mezarte yang mengincar darah keturunan manusia berusia panjang. Semuanya disuguhnya secara perlahan dan santun tanpa harus berkompromi dengan heroisme kelaki-lakian yang tak jarang justru merusak tema sebaik ini.

adegan anime maquia
Maquia meninggalkan Ariel yang telah dewasa
adegan anime maquia
Leilia pertama kali bertemu putrinya yang telah dewasa
Saya amati, seri anime Jepang sangat jarang menyentuh tema motherhood/parenthood yang layak. Maksudnya bukan lantaran tema ini dalam anime sangat buruk, melainkan tak jarang tema ini dibawakan secara dangkal dan serampangan. Karakter ibu dan anak perempuannya dalam seri anime-anime masa kini lebih sering dijadikan objek pemujaan—kalau tidak mau disebut objek seksual—oleh mata penonton laki-laki.

Salah satu judul seri anime terkenal yang mencoba menyentuh tema parenthood secara terburu-buru ialah Sword Art Online. Kirito dan Asuna dari SAO mungkin adalah pasangan ayah-ibu paling terkenal sejagad anime setelah mengadopsi seorang anak perempuan yang ternyata adalah sebuah artificial intellegence bernama Yui. Entah apa sejatinya faedah dari dibuatnya model keluarga kecil bahagia dari sepasang anak berusia 14 tahun berlatar dunia game online ini. Saya tak kuasa memaknai karakter Yui sebagai pemanis jalannya cerita SAO semata, selain menjadi legitimasi peran ‘suami virtual’ Kirito kepada Asuna.

Ilustrasi objektivikasi keibuan dan putrinya dalam budaya anime, Sumber: 9gag.com
Kirito, Yui, dan Asuna dari anime SAO, Sumber: Youtube
Berbeda halnya dengan anime-anime seri yang populer kini, kita tidak akan menemukan eksploitasi grafis yang menunjukan objektifikasi visual perempuan imut dalam SayoAsa. Mari Okada nampak sepenuh hati mendedikasikan filmnya untuk memenuhi narasi perempuan imut nan lembut yang kuat lewat sosok ibu, serta manis-getirnya hubungannya dengan sang anak. Saya rasa, sangat jarang pembuat anime laki-laki yang mampu menggali atau setidaknya mau bersikap terbuka terhadap hal-hal seperti ini. Sedikit dari sutradara anime yang berkenan memperhatikan narasi keibuan yang sesungguhnya mungkin hanya Mamoru Hosoda lewat filmnya yang berjudul Wolf’s Children.

Dalam SayoAsa, selain sosok ibu dalam diri Maquia dan Leilia, penonton juga akan berjumpa sosok supermom bernama Mido. Dikisahkan, Mido membesarkan dua putra seorang diri setelah suaminya terbunuh akibat ulah Renato yang mengamuk. Melalui Mido pula, Maquia belajar bahwa seorang ibu harus pandai menjaga emosinya. Hal ini terucap dalam janji Maquia kepada Ariel kecil, “seberat apapun beban seorang ibu, mereka tidak boleh menangis di depan sang anak”.

adegan anime maquia
Mido mengajari arti keibuan kepada Maquia
adegan anime maquia
Maquia meniru gaya Mido di depan Ariel
Sayangnya, tema motherhood ini memang tidak digali dalam-dalam. Nampaknya Mari Okada lebih menyukai memperdalam sisi emosional lewat dialog-dialog antar karakternya yang bikin penonton mewek. Di beberapa scene, dialog semacam ini tergelar cukup panjang dengan beberapa perkataan simbolis, misalnya seperti ketika Maquia menyamakan Ariel sebagai “orang yang menenun kain Hibiol dalam dirinya”.

Akibat dialog-dialognya yang panjang di satu babak, sesi lainnya menjadi nampak terbengkalai. Garis waktu dalam SayoAsa pun menjadi maju dengan sangat cepat tanpa penjelasan dan terkesan terburu-buru. Meskipun cukup tersirat, seiring cerita menyentuh klimaks kekurangan barusan ditebus dengan cukup memuaskan. Cerita ditutup dengan cukup baik dan tentu saja mengharukan. (Ind)

Rabu, 07 November 2018

ARGO, Film yang Menginspirasi Saya untuk Buru-Buru Sidang Tesis

poster film asli argo
Poster film asli tapi palsu Argo (1980)
Saya sedikit kaget saat menyadari bahwa saya lebih sering menulis tentang film-film random ketimbang film favorit saya seperti Argo. Padahal, Argo adalah salah satu film penting dalam petualangan akademik saya. Berkat menonton film besutan Ben Affleck ini, saya jadi terinspirasi untuk buru-buru menggarap tesis saat kuliah dahulu. Tak hanya itu, saya juga kebelet untuk segera melewati sidang tesis, kemudian menikmati kepuasan yang paripurna saat hasilnya diprint menjadi karya ilmiah dan dijejalkan di antara rak buku di perpustakaan kampus. Tak disangka-sangka, selain menjadi ganjel rak bagian referensi di kampus, tesis ini sekarang juga sudah dibukukan.

Meski perannya yang begitu penting, tak sekalipun Argo saya beri kredit malampaui gelarnya sebagai film favorit. Bukan lantaran tidak mau menobatkan Argo menjadi ‘film paling inspiratif’ dalam hidup saya, tetapi karena dahulu saya seringkali lupa bahwa hal-hal yang kita anggap kecil seringkali yang berperan paling besar. Kini, saya yakin film yang diangkat dari memoir seorang pensiunan agen CIA berjudul The Master of Disguise ini berkontribusi membantu saya berpikir jenih di saat-saat akhir kuliah.

THE MASTER OF DISGUISE

Argo dibuka oleh demonstrasi besar rakyat dan militan Iran di depan kedutaan besar Amerika di Tehran pada tahun 1979. Menyambung aksi kudeta terhadap Kerajaan Iran, mereka menuntut agar Amerika Serikat mencabut suaka terhadap Reza Pahlevi. Dengan begitu, sang mantan Raja yang kabarnya tengah menjalani pengobatan kanker di Amerika itu bisa dipulangkan untuk diadili. Malangnya, demonstrasi di hari itu justru menjadi awal petaka bagi para diplomat Amerika.

Rakyat Iran mengepung Kedutaan Amerika di Tehran
Massa yang marah lantas menjebol pagar dan menyapu halaman kantor kedutaan Amerika. Tak butuh waktu lama sampai penjagaan di dalam kedutaan akhirnya tumbang. Militan Iran pun menyandera 52 orang diplomat Amerika yang bekerja di sana. Suasana kedutaan besar Amerika di Iran tak ayal menjadi sorotan media global dan menjadi aksi penyanderaan paling terkenal di dunia hingga kini. Akibat proses diplomasi yang alot, krisis penyanderaan di Iran ini berlangsung selama lebih dari satu tahun, dari 4 November 1979 sampai 20 Januari 1981.

Tak dinyana, beberapa saat sebelum rakyat Iran menyerbu kedutaan Amerika, enam orang pegawai kedutaan berhasil kabur dari pintu belakang. Mereka diberi perlindungan oleh Duta Besar Canada untuk Iran, Ken Taylor (Victor Garber), dan diberi julukan “houseguest” oleh pemerintah Canada. Namun, justru nyawa mereka yang paling terancam jika dibandingkan para diplomat yang disandera di kedutaan. Pasalnya, jika hal ini sampai diketahui militan Iran, keenamnya bisa dituduh sebagai mata-mata Amerika dan dibunuh di tempat. Pemerintah Amerika pun akan sangat malu dibuatnya.

Para "guesthouse" yang terjebak di Kota Tehran
Kabar kaburnya enam diplomat Amerika di Iran dengan sangat cepat tersiar di kalangan intelejen Amerika. Dibantu pemerintah Canada, Departemen Negara di Washington dengan segera menyusun rencana penyelamatan dengan memberangkatkan Tony Mendez (Ben Affleck), seorang agen pembebas sandera terbaik di CIA. Dengan mengambil nama palsu sebagai Kevin Harkins, Mendez menyusun siasat dibantu seorang make-up designer pemenang penghargaan Oscar bernama John Chambers (John Goodman) dan Lester Siegel (Alan Arkin), seorang produser film kawakan di Hollywood. Bersama-sama mereka membuat rumah produksi film palsu dan berencana membuat film fiksi ilmiah gadungan berbudget 20 juta dolar berjudul Argo. Semata-mata bertujuan untuk menyamarkan identitas enam diplomat sebagai rombongan kru film dari Canada.

Berhubung budaya perfilman Amerika Utara sudah terlalu dalam menancap di Iran bahkan sebelum masa revolusi, penyamaran produksi film Argo dibuat dengan amat sempurna. Tak hanya menyiapkan screenplay film, Mendez juga secara legal membuka kantor produksi bernama Studio Six. Ia juga menyewa Jack Kirby sebagai pembuat storyboard dan merilis sebuah konferensi pers untuk menjual berita bohong. Saking meyakinkannya rencana produksi film jadi-jadian Argo ini, kabarnya banyak penulis naskah yang terkecoh. Konon, ada 26 naskah film yang dikirimkan ke alamat kantor produser palsu tersebut, salah satunya dari Steven Spielberg.

Pers menjual berita hoax pembuatan film Argo

INSPIRASI TESIS

Jauh sebelum cintaku terhadap Argo bersemi, sudah lama saya ingin membuat penelitian ilmiah tentang sejarah film di Indonesia. Akan tetapi, ide itu tak kunjung muncul. Apa yang harus saya tulis dari sejarah film Indonesia ini? Buku-buku perfilman yang pernah saya baca sudah lebih dahulu merinci dengan detail kecenderungan perfilman kita, lalu apa yang tersisa untuk saya tulis?

Di tengah kebimbangan ini, saya pun memutuskan rehat sembari 'bertapa' menonton film. Kebetulan saya sudah lama mendengar pujian-pujian terhadap Argo, setelah film ini keluar sebagai pemenang film terbaik penghargaan Oscar pada tahun 2013. Meski demikian, ada saja alasan klasik saya untuk menghindari film yang bertutur tentang aksi agen rahasia ini: takut relalu pro-Amerika-lah, takut terlalu banyak adegan menembak sembari kebut-kebutan-lah, dll, dst.

Lagi-lagi tuduhan-tuduhan mambu saya tersebut tidak terbukti. Setelah menonton Argo, saya baru sadar kenapa film ini begitu baik. Meskipun berlatar Iran masa Revolusi Islam, Argo tidak mendeskritkan Republik Islam Iran sebagai musuh bebuyutan Amerika. Sebaliknya, Argo berhasil meyakinkan penonton bahwa kekacauan diplomatik yang terjadi di Iran sebenarnya adalah ulah Amerika sendiri. Ditambah lagi, ketegangan dalam Argo tidak dibangun dari adegan aksi dan kejar-kejaran, melainkan lebih kepada situasi intens saat penyamaran para diplomat hampir saja terkuak.

Identitas palsu yang hampir terbongkar
Sebenarnya, Argo tidak serta merta menanamkan ide judul penulisan tesis begitu saya mulai menontonnya. Ketertarikan saya terhadap Revolusi Islam dan campur tangan pemerintah dalam perfilman memang ramuan yang saya cari-cari dari film ini, namun sayangnya Argo tidak bertutur tentang hubungan keduanya. Sepanjang alur cerita Argo, kita hanya akan banyak melihat ketegangan di tingkat pemerintahan Amerika Serikat saat menghadapi konflik dan penyanderaan di dalam negara Iran. Satu-satunya dialog dalam Argo yang menyambung antara revolusi agama dengan perfilman ialah saat Tony Mendez menyamar menjadi seorang produser film untuk meminta izin syuting di beberapa landmark terkenal di Kota Tehran.

"Anda datang di saat yang sulit. Sebelum revolusi, 40% bioskop di Tehran menayangkan film pornografi. [...] Fungsi kantor ini adalah pemurnian, sekaligus mempromosikan kesenian. Saya akan mempelajari naskah (film Anda) ini atas nama Kementerian."

sejarah film seks di Indonesia
Sejarah film seks di Indonesia
Sepenggal dialog yang diucapkan oleh seorang pejabat Departemen Kebudayaan dan Bimbingan Islam kepada Mendez tersebut membuat saya sadar bahwa ternyata Iran pun pernah diserbu film-film seks dari negara-negara Barat. Kecenderungan film seks ternyata adalah penyakit akut dunia perfilman di negara manapun yang pernah diserbu kapitalisme Amerika sampai tahun 1980an. Lalu, saya pun jadi mengawang-awang, mungkinkah film-film Warkop DKI yang mengeksploitasi wilayah paha dan dada para gadis Warkop bukan sebuah kesengajaan para produser film semata.

Layaknya Iran sebelum Revolusi Islam, Indonesia pun pernah menjadi pemuja produk film seks Hollywood. Apabila kita menonton film-film Indonesia periode tahun 1970an sampai awal 1990an, tak sulit menemukan adegan ranjang-ranjangan. Di samping menjadi produk yang propuler, ada kalanya film menjadi media pemerintah melambungkan isu tertentu, salah satunya isu seks dan perkawinan. Sebaliknya, peralihan iklim politik berpotensi besar mengubah arah perfilman tersebut, seperti halnya yang sedikit disinggung dalam Argo. Berkat menonton Argo, saya pun mantap untuk menulis tesis tentang sejarah politik film seks di Indonesia. (Ind)

Sabtu, 13 Oktober 2018

KOSAN 95!: Cerita Reverse Harem ala Opera Sabun?!

Official Webtoon Header
Buat yang rajin mantengin aplikasi Webtoon Indonesia mungkin sudah tidak asing dengan judul KOSAN95!. Atau mungkin masih asing juga? Yah, saya amati memang seri drama yang satu ini sangat underrated jika dibandingkan dengan beberapa judul Webtoon Indonesia lainnya. Khususnya jika disandingkan dengan beberapa judul bergenre romantis seperti Pasutri Gaje atau Eggnoid, KOSAN95! masih agak tertinggal. Untuk sementara ini, seri Webtoon buatan Didiwalker ini sudah difavoritkan hampir 1 juta kali dan akan segera mencapai chapter ke-100.

Ramuan cerita KOSAN95! memang boleh dibilang imajinatif, sehingga kemungkinan tidak semua pembaca bisa me-relate dirinya dengan tema besar yang dibawakan. Akan tetapi, justru keunikannya inilah yang membuat saya tergila-gila akan cerita ini. Meskipun tidak dikategorikan ke dalam genre romance, KOSAN95! sebenarnya sudah mengikuti ramuan-ramuan kisah melodrama romantis. Ditambah lagi, tidak semua Webcomic Indonesia bisa memadukan manisnya kisah reverse harem dengan presentasi cerita ala opera sabun, sebaik KOSAN95!.

Mengintip KOSAN95!

KOSAN95! dibuka dengan memperkenalkan Rena, gadis 19 tahun sebatang kara yang tinggal sendirian di sebuah kos-kosan sederhana. Pembaca tiba-tiba saja dikagetkan oleh kisah Rena yang dipecat sepihak dari pekerjaannya. Penderitaan Rena kian bertambah ketika ibu kos mendatanginya untuk menagih uang sewa kos yang sudah ditunggak selama tiga bulan. Setelah semalaman menahan tangis sambil meratap nasib, keesokan paginya Rena mendapati amplop kuning yang sengaja diselipkan dari bawah pintu kamarnya. Bagai mendapat durian runtuh, ternyata di dalam amplop tersebut terdapat kartu debit berisi saldo Rp 50 juta.

Seolah takdirnya sudah diatur, amplop kuning berangka 10 tersebut ternyata adalah sebuah undangan interview pekerjaan sebagai office girl sekaligus ajakan mendiami sebuah kos-kosan mewah setelahnya. Apabila mengikuti semua arahan yang tertera, maka Rena akan digajar oleh pemilik kos dengan dipertemukan dengan kakak laki-laki kandungnya sekaligus keluarga satu-satunya. Selayaknya orang normal, awalnya Rena mengira itu adalah penipuan. Tetapi, ia pun mulai penasaran untuk bertaruh setelah dijemput oleh seorang eksmud ganteng yang mengaku supervisor kosan bernama Faisal. Dengan hati yang masih diliputi keraguan, dimulailah kehidupan Rena di dalam asrama misterius berjulukan KOSAN95!.

Rena dan Faisal (kiri) dan Penampakan anggota KOSAN95! (kanan)
Tak cukup tempatnya saja yang misterius, KOSAN95! ternyata juga diisi oleh orang-orang misterius. Mereka yang tinggal ternyata juga mendapatkan undangan serupa dengan nomor urut yang berbeda-beda. Sudah ada sembilan orang yang bergabung sebelumnya dan Rena merupakan orang yang ke-10. Di tengah penantiannya menunggu hari pertemuannya dengan sang kakak kandung, Rena harus bertahan dikelilingi orang-orang super unik. Seperti di antaranya: Doni yang jago parkour, Dadang yang pemarah, Romi yang playboy, Budi yang irit ngomong, No.9 (bukan nama sebenarnya) yang eksentrik. Kemudian ada Fani dan Siska, dua cewe ramah senyum yang sepertinya jago membuat lelaki jahat babak belur. Yang paling menarik buat saya sih Faisal, karakter ini merubuhkan persepsi bahwa cogan dalam komik drama itu harus sempurna dan baik hati.

Reverse Harem di dalam KOSAN95!

Mungkin masih banyak yang bingung sebenarnya apa itu reverse harem (selanjutnya disingkat RH). Dalam kultur manga dan anime Jepang, RH merupakan sub-genre dalam kisah romantis. Selayaknya genre romance, RH juga mengemas cerita cinta dan drama yang ditujukan untuk kalangan perempuan. Namun perbedaannya, RH tidak membuat hati pembaca perempuan cenat cenut lantaran kisah cinta sepasang kekasih, melainkan ia membawakan kisah di mana satu perempuan menjadi pusat perhatian dan kasih sayang beberapa laki-laki (dan/atau perempuan).

Tapi jangan dahulu salah sangka. RH tidak selalu harus bertutur tentang satu perempuan yang punya kisah percintaan mutual dengan beberapa laki-laki berbeda. Dalam beberapa contoh cerita RH terkenal memang ada yang menggelitik pembaca/penonton dengan berusaha mengangkat nilai-nilai romantis saat seorang perempuan dicintai secara silih berganti oleh laki-laki berbeda. Namun, bukan itu konsep RH yang saya lihat dari KOSAN95!.

Fushigi Yuugi konon merupakan pelopor genre Reverse Harem
KOSAN95! membawakan nuansa RH dengan menampilkan karakter Rena yang harus hidup seatap dengan sekumpulan laki-laki dan perempuan yang menaruh perhatian kepadanya. Perhatian di sini sebenarnya bukan perasaan suka, melainkan rasa penasaran dan tanggung jawab. Sama halnya dengan Faisal yang diberi tanggung jawab menjaga Rena oleh bossnya, Indra, yang malah membuatnya nampak overprotektif dan seolah tergila-gila pada Rena. Selain itu, ada dokter Romi yang berusaha mendekati Rena lantaran ketertarikannya terhadap hubungan darah antara Rena dan sahabatnya, Indra.

Lalu, hubungan ‘aneh’ antara Rena dan No.9 yang misterius pun rasanya bisa melengkapi nuansa RH dalam KOSAN95!. Di samping pekerjaannya mengusut identitas asli Rena, No.9 juga digambarkan  tertarik pada 'aura keberuntungan' Rena. Meskipun lelaki tulen, ia menyukai hal-hal lucu dan menganggap tingkah lugu Rena merupakan kesukaannya.

Terakhir, figur kakak perempuan yang bertipe strong woman character juga tak jarang menghiasai kisah-kisah RH. Pada KOSAN95!, karakter seperti ini bisa kita lihat dari perilaku Fani, Siska, Ayu, dan Kak Riri saat menjaga dan membela Rena. Uniknya, pada beberapa judul anime/manga RH terkenal, karakter perempuan kuat ini justru dimunculkan sebagai seorang lelaki cantik yang cross dress menjadi perempuan, seperti Ringo Tsukimiya dari Uta no Prince-sama dan Nuriko dari Fushigi Yuugi.

Uta no Prince-sama (atas) dan Ouran High School Host Club (bawah)
Kemudian, kita juga disuguhi hubungan seru antara Rena dengan Dadang, di mana Rena berhasil ‘menjinakkan’ sifat tempramental maniak IT itu di penghujung KOSAN95! Season 1. Pola hubungan Dadang x Rena ini banyak ditemui dalam anime-anime RH seperti Uta no Prince-sama dan Ouran High School Host Club. Pada tingkat ini, biasanya sang perempuan dipercaya berperan sebagai tokoh yang membawa perkembangan karakter bad boy di dekatnya ke arah yang lebih baik.

Opera Sabun di dalam KOSAN95!

Di Indonesia, opera sabun biasanya diterjemahkan menjadi sinetron (sinema elektronik). Akan tetapi, rasanya saya enggan menyebut KOSAN95! bernuansa sinetron. Pasalnya, sinetron Indonesia memiliki ramuan cerita yang sedikit berbeda jika disandingkan dengan KOSAN95!. Biasanya unsur-unsur yang umum dibawakan dalam sinetron Indonesia ialah seputar kesulitan materi, cinta terlarang, perjodohan paksa, religi, dan mistis. Oleh sebab itu, saya ingin meneropong KOSAN95! dari kacamata kisah opera sabun yang paling umum digunakan di banyak negara.

Merunut pada kisah Rena di bagian perkenalan, KOSAN95! sendiri juga mengangkat unsur kesulitan materi sebagai konflik pembuka. Masalah materi dan pekerjaan ini menjadi unsur yang sangat umum digunakan bahkan dalam seri opera sabun pertama yang dibuat di Amerika selepas Perang Dunia II. Hal ini disebabkan, opera sabun sendiri lahir untuk mengisi tontonan masyarakat kelas pekerja di perkotaan yang semakin banyak memiliki televisi sendiri. Opera sabun asal spanyol (telenovela) pun mengikuti ramuan ini dengan acapkali menyuguhkan cerita-cerita gadis sederhana yang menjalin cinta kasih dengan lelaki kaya hingga memunculkan konflik dan penolakan dari kalangan atas. Transformasi Rena dari hidup di kos sederhana ke dalam KOSAN95! yang mewah pun secara tidak langsung memuat pola ini.

Beberapa adegan tentang 'saudara'
Satu lagi konflik sentral dalam opera sabun yang sudah mendunia, yaitu kisah sepasang saudara (biasanya laki-laki dan perempuan) yang terpisah dan bertemu kembali saat dewasa. Konflik ini biasanya diwarnai oleh kisah banyak karakter yang membingungkan, bersambung terus menerus hingga akhirnya terkuak bahwa orang terdekat (atau yang terjahat) merupakan kerabat pemeran utama yang telah lama hilang. Salah satu judul opera sabun terkenal yang mempopulerkan hal ini ialah General Hospital, sebuah seri drama televisi Amerika yang memecahkan rekor dunia sebagai salah satu seri terpanjang dengan lebih dari 14.000 episode. Contoh lainnya bisa dilihat juga pada kisah opera sabun luar angkasa Star Wars, di mana Luke Skywalker dan Putri Leia saling jatuh hati, belakangan baru diketahui bahwa mereka adalah saudara kembar. Kisah Rena dalam KOSAN95! sangat mirip dengan alur cerita tersebut, walaupun minus kisah cinta. Penonton pasti menanti-nanti terkuaknya identitas asli kakak kandung Rena yang ternyata selama ini sudah mengawasinya sejak awal cerita. (Ind)

Minggu, 07 Oktober 2018

BIG FISH (2003), Salah Satu Karya Mengharukan dari Tim Burton

Big Fish Pic Karya Mengharukan dari Tim Burton
Official Poster Big Fish (2003)

Apabila mendengar nama Tim Burton, yang terbesit di benak kita pasti sebuah film fantasi dengan tokoh-tokohnya yang imajinatif. Begitupun ketika saya memasukan film Big Fish ke dalam movie wishlist, ada harapan besar untuk melihat salah satu keunikan dari film ini. Namun setelah selesai menonton, saya baru menyadari ada yang berbeda dengan film buatan sutradara asal Inggris itu.
Diperankan oleh beberapa pemain yang cukup sering wara wiri di perfilman Hollywood, seperti Ewan McGregor, Marion Cotillard, Helena Bonham Carter. Ada juga peran kecil yang dimainkan oleh Miley Cyrus yang saat itu masih dikenal dengan nama aslinya, yaitu Destiny Cyrus.

Sekelumit Sinopsis

Film ini mengisahkan renggangnya hubungan seorang ayah dengan putranya. Edward Bloom yang merupakan ayah dari William Bloom, sangat suka bercerita hal-hal fantastis tentang perjalanan hidupnya. Semenjak kecil, William terus dijejali dengan kisah-kisah di luar nalar yang konon pernah dialami sendiri oleh ayahnya. Namun demikian seiring dengan bertambah dewasanya Will, ia mulai menyadari bahwa semua itu hanyalah omong kosong. Will merasa, ayahnya sengaja membuat dongeng itu untuk menutupi sesuatu.
Puncak pertengkaran mereka terjadi setelah Edward mendongengkan kisah tersebut di hadapan para tamu undangan saat pesta pernikahan Will. Sejak saat itu mereka jarang berkomunikasi secara langsung selama tiga tahun. Hingga akhirnya Will mendapati kabar bahwa waktu hidup ayahnya sudah tak lama lagi. Will memutuskan untuk menemui ayahnya dan mencoba mengorek kenyataan dari cerita ayahnya.

Sudut Pandang Pribadi

Dibalik petualangan ajaib yang dialami seorang Edward Bloom, sungguh saya dulu tak pernah menyangka, bahwa genre film ini bukanlah sekedar fantasi yang biasa menjadi andalan seorang Tim Burton. Big Fish adalah film drama yang penuh dengan makna filosofis.
Banyak yang menyebutkan bahwa Edward Bloom memiliki masalah psikologis dimana ia tak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan. Mungkin hal itu memang benar adanya menilik dari beberapa perkataan yang pernah terlontar dari mulut Edward sendiri. Akan tetapi, saya pribadi memaknai apa yang dilakukannya merupakan cara mengajar yang unik dari seorang Ayah kepada anaknya.
Edward lebih memilih memotivasi putranya melalui kisah petualangan fantasi agar kelak ia menjalani hidup layaknya sebuah petualangan. Big fish bukanlah sebuah ikan raksasa seperti yang digambarkan dalam kilas balik perjalanan hidup Edward muda (diperankan oleh Ewan McGregor). Akan tetapi, Ikan Besar ini adalah bentuk pencapaian seseorang akan apa yang telah didambakan dan diimpikan dalam hidupnya. Air itu sendiri bisa jadi pemaknaan kehidupan yang begitu luas dan harus diarungi oleh seorang manusia. Edward Bloom menggambarkan kesuksesan hidupnya dalam kisah yang dikemas menjadi dongeng menarik bagi seorang anak.
Saat Edward tua sudah merasa tak berdaya, ia berendam dalam bak mandinya dengan penuh kesedihan dan berkata bahwa dia kekeringan. Buat saya, adegan ini merefleksikan bagaimana seorang Edward rindu menaklukan petualangan dan tantangan besar. Rasa hausnya masih begitu besar, tetapi kanker yang diderita memaksanya untuk berhenti.

Adegan Berendam di Bak Mandi

Ciri-ciri Kesuksesan Dari Edward Bloom

Kalau dulu waktu kuliah sering dengar ceramah tentang orang sukses, rasanya apa yang ada dalam diri Edward Bloom terlalu mirip dengan ciri-ciri yang sering disebutkan. Dari yang saya tangkap ada beberapa poin, yaitu:
a    1)  Optimis
b    2)  Ambisius
c    3)  Berani Menghadapi Tantangan
     Adegan: Saat menghadapi raksasa
Raksasa dari Goa Hantu
d    4) Cerdik dan Taktis
e    5)  Pantang Menyerah
     Adegan: Saat berusaha memenangkan hati Sandra Templeton
Menanam Bunga Semalaman Demi Pujaan Hati

f     6) Supel dan Mudah Berteman
     Adegan: Berteman dengan banyak orang yang ia temui di sepanjang cerita
g    7) Tak Pernah Tinggal di Zona Aman
           Adegan: Saat memutuskan meninggalkan kota Spectre

Masih banyak lagi beberapa sifat serta karakter yang ditonjolkan oleh seorang Edward Bloom dan mungkin luput dari penilaian saya. Akhir kisah film ini cukup menarik dan penuh makna buat saya pribadi. Maka dari itu, saya putuskan memasukan film ini sebagai salah satu jajaran film favorit yang ga bosan-bosannya saya putar. (Ai)

Jumat, 05 Oktober 2018

John Wick, Kisah Sulitnya Keluar dari Lingkaran Organisasi Rahasia

Official Poster
Oke, saya ngaku. Sebenarnya, awal saya membaca sinopsis John Wick saya tidak tertarik dengan film aksi kriminal satu ini. Pertama, karena saya pribadi tidak terlalu menyukai film-film aksi tembak-tembakan yang dipenuhi adegan kejar-kejaran sembari menunggang mobil. Kedua, saya sudah kenyang nonton film-film seperti James Bond, lantaran sering menampilkan karakter-karakter cewe seksi bertaring (femme fatale) yang punya love affair dengan karakter utama pria flamboyan. Di atas semua itu, nampaknya saya memang mudah kelelahan menonton film aksi dimana bumi serasa digoyang menggunakan angle kamera yang berubah-ubah.

Butuh waktu beberapa lama sampai saya sadar kalau John Wick punya ramuan khas sendiri. Ketimbang kisah jagoan yang membasmi sindikat organisasi rahasia dan jatuh hati pada mata-mata perempuan, saya melihat cerita John Wick lebih banyak berkutat pada perjuangan seorang pria keluar dari lingkaran organisasi rahasia para pembunuh bayaran yang pernah membesarkan namanya. Ramuan ini menjadikan JW selalu menarik diikuti. Sebab, penonton pun pasti ingin tahu kenapa ia bersikeras keluar dan bagaimana caranya sang pemeran utama membebaskan diri dari aturan-aturan yang berlaku di dunia kriminal kelas kakap. Ditambah lagi, JW menyuguhkan koreografi perkelahian yang menurut saya elegan, boleh dibilang seperti orang yang sedang menari sembari menembak. Tidak heran, selepas seri originalnya, John Wick: Chapter 2 digadang sebagai salah satu sequel film terbaik di tengah film-film sequel gagal dari film-film aksi kriminal terkenal, seperti Taken 2 dan 3.

John Wick 1: Kembali ke Dunia Hitam

Sesuai judulnya, JW berkisah mengenai pensiunan pembunuh bayaran legendaris The Boogeyman yang memiliki nama asli Johnathan Wick (Keanu Reeves). Masa pensiunnya terpaksa dilalui sendirian dalam duka setelah istri tercintanya sekaligus keluarga satu-satunya meninggal akibat penyakit kronis. Suatu hari, seekor anak anjing tiba di depan pintu rumahnya. Ternyata, sang istri meninggalkan wasiat untuk menghadiahi John teman anak anjing bernama Daisy agar John bisa belajar mencintai lagi dan memulai hidup baru.

John bertemu anak anjing Daisy
Sedari bagian prolog film bergenre neo-noir ini, rasanya seperti ada yang mengiris-iris bawang di depan muka saya. Siapa sangka, film yang saya kira ‘macho’ bakal dibuka dengan air mata yang berlinang-linang dari seorang pria yang tengah menggendong anak anjing. Setelah itu, John dan Daisy pun cepat akrab dan tak terpisahkan.

Malangnya, suatu malam John mendapati anak anjing kesayangannya dibunuh oleh sekelompok gangster Russia yang menyusup ke dalam rumah untuk mencuri mobil antiknya. Akibatnya, 'monster' dalam diri John Wick pun bangkit kembali untuk menuntut balas. Bagi John, segala sesuatu punya harga yang harus dibayarkan, samas seperti halnya nyawa juga harus dibayar dengan nyawa. Maka, dimulailah pengejaran John untuk membunuh Iosef Tasarov (Alfie Allen), si ketua geng Russia pembunuh Daisy.

Jalan terjal tak hentinya menghadang misi perburuan John saat terkuak bahwa Iosef si anak papa ternyata merupakan putra dari seorang ketua sindikat kriminal Russia terbesar di New York yang bernama Viggo Tasarov (Michael Nyqvist). Ini artinya, mau tidak mau John harus kembali masuk ke dalam lingkaran organisasi rahasia yang pernah mati-matian ia tinggalkan. Ia pun memulai perburuannya dengan mengunjungi kawan lamanya yang bernama Winston (Ian McShane), seorang boss sindikat yang merangkap pemilik sekaligus manajer Hotel Continental di New York.

John berhasil menembak Iosef
Uniknya, lingkaran organisasi rahasia dalam film ini ibarat dunia lain yang mirip dengan dunia biasa dengan sedikit perbedaan hukum dan sistem. Dunia kriminal ala John Wick memiliki layanan kesehatan, bengkel mobil, jasa pembersih mayat, toko senapan, penjahit baju anti peluru, bahkan penginapan untuk para pembunuh bayaran yang bernama Hotel Continental. Meskipun demikian, uang biasa tidak berlaku di sini. Sebagai gantinya mereka bertransaksi menggunakan koin emas yang tidak diketahui berapa nominal satuannya.

Saya jadi ingat tentang mata uang dunia maya yang bernama bit coin. Meskipun banyak yang mengakuinya sebagai nilai tukar yang legal, tetapi juga tidak kalah banyak digunakan para kriminal untuk bertransasksi membeli barang-barang ilegal dan jasa pembunuh bayaran di dalam ruang maya Dark Web. Menurut kabar, satuan mata uang ini cukup sulit dilacak dan memiliki nilai tukar yang besar. Satu bit coin saja konon setara dengan 100 juta rupiah.

John Wick 2: Hukum dan Hutang

Sebagaimana kisah John Wick pertama, alur cerita John Wick: Chaper 2 pun masih berputar di sekitar John Wick yang tak hentinya tersedot ke dalam kegiatan organisasi rahasia. Kali ini, John terlilit hutang pada seorang pejabat sindikat kriminal Camorra bernama Santino D’Antonio (Riccardo Scamarcio). Namun, bukan hutang barang atau uang tentunya. Hutang yang dimaksud ialah hutang budi.

Dahulu, agar bisa keluar dari organisasi, John meminta bantuan kepada Santino. Sebagai gantinya, John memberi Santino sebuah marker berupa compact disk bergambar tengkorak yang berisi cap darahnya sendiri. Menurut tradisi, seorang pemegang marker seperti Santino berhak meminta apapun kepada sang pemberi marker yang telah membubuhkan cap darahnya. Menolak permintaan pemegang marker artinya John sudah harus siap diburu dan eksekusi. Dengan berat hati, John pun mengiyakan permintaan Santino.

Marker bukti kesepakatan John dan Santino
Sialnya, Santino malah meminta John membunuh saudari sekaligus pesaingnya yang bernama Gianna D’Antonio (Claudia Gerini). Konflik menjadi semakin pelik dan menyulitkan bagi John, lantaran Santino malah berbalik mengejarnya dengan alasan menghormati tradisi mafia Italia yang wajib menuntut balas kematian keluarganya. Meski pembunuhan saudarinya merupakan ide Santino sendiri, ia tetap membuka perburuan kepala John Wick dengan imbalan 7 juta dolar kepada seluruh pembunuh bayaran yang berada di New York.

Dibandingkan seri pertamanya, John Wick: Chapter 2 mengeksplorasi lebih dalam hukum dan cara kerja dunia kriminal kelas kakap secara fiksional. Meskipun fiksi, sebenarnya apa yang disajikan hanya berkaca pada cara kerja organisasi rahasia di dunia nyata. Melalui Chapter 2, penonton dibawa untuk membayangkan struktur dan cara kerja organisasi rahasia seperti Freemason, sindikat kriminal Italia, dan Ordo-Ordo Kesatria di Eropa. Bahkan julukan Camorra sendiri sebenarnya julukan asli mafia Italia di Naples.

Layaknya secret society tersebut, organisasi-organisasi rahasia dalam JW juga banyak menggunakan simbol berupa tulisan atau lambang. Tak hanya simbol saja yang seringkali “disembah”, janji dan aturan pun harus selalu ditaati. Menurut Winston, setidaknya ada dua aturan sakral untuk semua anggota organisasi, yaitu tidak boleh membunuh di Hotel Continental di seluruh dunia dan setiap marker harus dihormati. Apabila melanggar salah satu aturan ini, seorang anggota organisasi sudah harus siap meregang nyawa, tidak peduli apa pangkatnya.

Winston menjelaskan dua aturan yang tidak boleh dilanggar kepada John
Dengan segala aturan tersebut, bagaimana caranya John Wick bisa benar-benar pensiun dari pekerjaannya sebagai pembunuh bayaran? Yah, inilah yang menurut saya membuat film ini menjadi menarik. Ditambah lagi di penghujung Chapter 2, saking kesalnya dipermainkan, John sampai kelepasan membunuh Santino di dalam bar Hotel Continental New York. Ia pun terpaksa ditetapkan sebagai Ex-communicado oleh Winston dan diberi kesempatan selama 1 jam untuk kabur sebelum pembunuh bayaran dari seluruh dunia memburunya. Ketegangan ini akan dilanjutkan ke seri selanjutnya yang bertajuk John Wick 3: Parabellum pada tahun 2019 mendatang. Saya pun jadi tidak sabar menantinya. (Ind)