|
Official Poster SayoAsa |
Sekilas
judul artikel ini memang sedikit sumbang di telinga. Tetapi, bagi yang
akhir-akhir ini masih sering mengikuti anime Jepang mungkin bisa menebak arah
pembahasan artikel ini. Saya pribadi sudah jarang menonton anime, tapi yang
saya amati wujud karakter dalam anime baru-baru ini semakin kerdil dan
imut-imut. Julukan loli (dari lolita) bagi karakter perempuan imut berusia
balita hingga remaja pun semakin banyak dikenal luas di kalangan penggemar
anime.
Berkat
popularitasnya kini, terminologi loli dalam dunia anime tak jarang membuat saya
jengah. Karakter loli tak ayal lagi dikotak-kotakan ke dalam kategori yang
‘ajaib’, misalnya saja seperti immortal
loli atau legal loli. Karakter loli
jenis ini umumnya berbadan kecil, imut, dan terkadang lugu, tetapi memiliki
usia asli setingkat perempuan dewasa, bahkan ada yang dikisahkan berusia abadi
(immortal)! Deskripsi ini tentunya mengandung kontradiksi, mengingat menurut definisinya,
loli ialah perempuan yang belum matang usianya (di bawah 18 tahun).
|
Tipe-tipe loli dalam anime, Sumber: knowyourmeme.com |
Di
tengah ‘aksi menolak’ saya terhadap karakter loli belakangan ini, saya cukup
tertegun saat menonton anime Sayonara no
Asa ni Yakusoku no Hana o Kazarō. Bisa dibilang, anime yang satu ini
mendekati sempurna saat mempertemukan konsep immortal loli dengan tema motherhood.
Siapa sangka, karakter loli bisa tampil bak seorang ibu sungguhan.
Sayonara no Asa ni Yakusoku no Hana o Kazarō—diterjemahkan
menjadi Maquia: When the Promised Flower
Blooms untuk pasar film internasional—adalah anime-movie yang berhasil
menggebrak dunia animasi Jepang sejak awal tahun 2018. Anime yang disingkat SayoAsa ini ditulis dan diarahkan oleh
Mari Okada (Anohana, Gundam Iron-Blooded Orphans).
Produksinya sendiri dilakukan oleh studio P.A. Works atas restu langsung dari Kenji
Horikawa, presiden direktur P.A. Works. Semua berawal sejak tahun 2012, ketika Horikawa
mengutarakan kepada Okada bahwa ia selalu ingin melihat apa yang ia sebut
sebagai “100% anime Okada”.
|
Maquia, karakter utama SayoAsa |
Bagi
veteran dalam dunia anime, nama Mari Okada tentu sudah tidak asing. Dia adalah
sedikit dari penulis naskah perempuan yang berhasil dalam industri animasi
Jepang. Selayaknya industri film pada umumnya, industri anime Jepang pun tak
jarang mengkerdilkan daya kreatif perempuan. Terdapat sebuah pandangan seksis
yang menganggap perempuan itu berselera rendah dalam hal imajinasi dan fantasy.
Bahkan produser Studio Ghibli, Yoshiaki Nishimura, pernah mengutarakan
keraguannya memakai tenaga sutradara perempuan lantaran
perempuan dianggap tidak se-idealis laki-laki saat menggarap cerita fantasy. Mari Okada membuktikan
bahwa perempuan pun punya gaya fantasy tersendiri melalui debut
penyutradaraannya yang pertama dalam anime fantasy
SayoAsa.
WOMAN MEET FANTASY
Sebuah
wawancara
FANDOM dengan penulis-sutradara Mari Okada menyebutkan bahwa
SayoAsa berhasil membolak-balik emosi
penonton di Negeri Sakura yang sebagian terdiri dari kaum ibu. Mereka
mengatakan, sangat sulit bagi orang tua untuk menerima gagasan tentang seorang
anak yang mati mendahului orang tua. Hubungan ibu dan anak laki-lakinya yang
berbeda dimensi usia ini-lah yang menjadi pematik drama berbalut fantasy ala
Game of Thrones dalam
SayoAsa.
|
Pemukiman Iorph yang tersembunyi |
|
Kota industri di Mezarte |
SayoAsa berkisah tentang Maquia, seorang
anak perempuan yatim piatu anggota ras manusia kuno Iorph yang memiliki usia
hidup panjang. Meskipun usia dan pengalaman hidup mereka bertambah, tetapi Iorph tidak mengalami penuaan fisik dan selalu nampak seperti anak usia remaja. Karena hal inilah, Iorph kerap kali disebut ‘suku perpisahan’.
Seorang Iorph harus menyaksikan perpisahan yang berulang-ulang sepanjang hidup
mereka, karena seiring perubahan zaman sudah tidak ada lagi makhluk hidup lain yang menyamai masa hidup para Iorph.
Maquia amat takut jika masa hidupnya yang mencapai ratusan tahun kelak harus
dilalui sendirian. Padahal hari-hari panjangnya yang damai dipenuhi canda bersama
teman-teman terdekat seperti Leilia dan Krim, serta diasuh oleh tetua suku yang
amat menyayanginya. Namun, itu semua tak mampu mengobati rasa kesepian Maquia.
Suatu
malam, kemalangan pun menghampiri desa para Iorph. Mezarte, sebuah kerajaan medieval-industrialis
yang tengah dirundung kemelut politik mengutus panglima kerajaan bernama Izol
untuk mencari rahasia hidup panjang para Iorph. Dengan menunggang naga putih
raksasa berjulukan Renato, tentara Mezarte membumi hanguskan desa dan menculik
gadis yang dianggap paling cantik untuk dikawinkan dengan keturunan kerajaan.
Gadis itu ternyata adalah Leilia.
|
Krim, Maquia, dan Leilia |
Akibat
pembantaian tersebut, Maquia harus terpisah dari teman-temannya. Leilia
diculik, sedangkan Krim tak jelas rimbanya. Malangnya lagi, Maquia harus
bertahan terdampar di daratan asing setelah terlilit kain yang menyangkut pada
badan Renato yang sekarat dan terbawa terbang jauh. Sendirian di daratan asing
tak ayal membuat Maquia gentar. Tanpa disadarinya, ia melangkah ke arah jurang
dan mencoba untuk bunuh diri.
Akan
tetapi, kesedihannya yang mendalam pun sirna saat itu juga seraya mendengar
suara tangis bayi. Pertemuan dengan bayi mungil yang telah ditinggal sang ibu,
seketika menghangatkan hati kesepian Maquia. Meski ragu pada awalnya, ia pun
bertekad untuk mengasuh dan membesarkan bayi laki-laki yang kemudian diberi
nama Ariel.
Bagi
Maquia, perannya sebagai ibu ternyata semakin sulit ketika Ariel sudah menginjak
usia puber. Semakin lama, rupa mereka berdua semakin nampak sebaya. Hal ini
membuat orang-orang sering menganggap Maquia dan Ariel adalah pasangan kekasih
dengan cinta terlarang yang kabur dari rumah. Akibatnya, Ariel pun menjadi
sangat malu dan enggan mengakui Maquia sebagai ibunya lagi. Pertengkaran antara
keduanya menjadi tak terelakkan. Akhirnya, Ariel memutuskan bergabung menjadi
anggota militer dan pergi meninggalkan Maquia, dengan alasan ingin melindungi
sang ibu angkat.
|
Ariel meninggalkan Maquia |
Seperginya Ariel, Maquia merasa amat sedih dan menyebut
Ariel seorang pembohong. Meski tak mengungkapkannya, Maquia mengetahui bahwa
Ariel sengaja pergi hanya agar jauh dari ibunya. Meskipun demikian, ia tidak
pernah sekalipun membenci anak angkatnya. Tak ayal, saat Ariel tua
sakit-sakitan pun Maquia tetap senantiasa mengunjunginya dan menemani buah
hatinya itu hingga tutup usia.
WHAT’S UP WITH IMMORTAL LOLI
Bagi
fans berat anime, tampilan kekanakan Maquia sangat memenuhi syarat karakter loli. Lalu
apa sih sebenarnya loli itu? Menurut urbandictionary.com, loli sendiri berasal
dari kata lolita yang mengacu pada anak perempuan usia remaja yang atraktif
secara seksual atau memiliki ketertarikan seksual terhadap pria yang lebih
dewasa. Namun, nampaknya anime mengolah makna loli menjadi lebih luas lagi.
Saya
sendiri tidak yakin kapan istilah ini muncul dalam tradisi anime di Jepang.
Satu hal yang saya yakini, loli dalam anime sebenarnya merupakan wujud
objektifikasi karakter perempuan sensual yang ditujukan untuk menjadi bahan
tontonan laki-laki Jepang yang cenderung pemalu. Buah imajinasi ini lantas
dikawinkan dengan isu di mana masyarakat Jepang merasa enggan menjajaki dunia
dewasa dan rindu dengan masa kecilnya. Kerinduan ini umumnya lebih banyak
terjadi pada laki-laki. Penolakan terhadap perubahan kondisi sosial dan fisik
itulah yang lantas menciptakan imajinasi karakter perempuan yang selalu nampak
muda dan riang, meski usianya sudah sangat tua, disebut immortal loli.
|
Maquia pertama kali bertemu bayi Ariel |
Immortal loli sendiri nampaknya memiliki
fanbase yang besar. Bahkan, ada
sebuah laman
wikia yang mendedikasikan diri mendata karakter-karakter perempuan
imut berusia puluhan hingga ratusan tahun. Biasanya, karakter-karakter ini
disebutkan bukanlah manusia sungguhan, melainkan ras unik yang mengambil wujud
manusia, seperti halnya Iorph dalam
SayoAsa.
Di Jepang sendiri, sebutan
loli baba
(baba = nenek-nenek) jauh lebih populer ketimbang “loli yang hidup abadi”.
Meskipun
menonton loli nampak menyenangkan, penggambarannya terkadang tak lebih dari
obsesi terhadap lawan jenis. Konsumen anime sendiri memang kebanyakan
ditempati laki-laki, sehingga tidak mengherankan jika karakter perempuan imut
lebih sering dieksploitasi. Namun, SayoAsa
nampaknya memiliki kecenderungan yang berbeda berkat keterlibatan buah pikir
penulis-sutradara perempuan. Mari Okada mengubah imajinasi tentang loli yang
lebih kerap hidup dalam fantasy liar para laki-laki menjadi lebih manusiawi,
lembut, dan mudah diterima penonton perempuan lewat pembawaan karakter ibu.
|
Maquia mengucapkan perpisahan kepada Ariel |
Drama
dan konflik yang timbul berkat konsep kehidupan yang abadi yang mengisi nuansa
fantasy dalam SayoAsa pun menjadi
lebih masuk akal. Sebab, hubungan ibu dan anak adalah hubungan seumur hidup.
Ketika waktu keduanya tak berjalan secara bersamaan tentu akan menimbulkan efek
tragis. Unsur dramatis ini tentu saja jauh lebih relatable ketimbang menyimak kisah loli baba dalam beberapa anime yang berhasil hidup sendiri selama puluhan
tahun, tetapi masih bertingkah seperti anak-anak, misalnya saja seperti
Tatsumaki dalam serial terkenal One Punch
Man. Tak mengherankan jika pada akhirnya banyak ibu-ibu muda di Jepang yang
merasa tersentuh setelah menonton SayoAsa.
Tak
hanya itu, SayoAsa tak lupa
menunjukkan bahwa kehidupan yang panjang sepatutnya dirayakan dengan berbagai
cara. Bagi Iorph, menenun adalah salah satu cara mengisi waktu hidup yang
panjang, sejak lahir hingga tutup usia. Kain tenun Iorph yang disebut kain
Hibiol dikatakan berharga sangat tinggi, karena berisi nilai kerajinan seumur
hidup seorang Iorph. Melalui keahliannya menenun ini jugalah, Maquia menghidupi
dirinya dan Ariel di tahun-tahun pertama kehidupan mereka di sebuah desa kecil.
|
Salah satu adegan menenun dalam SayoAsa |
|
Menara Hibiol, bangunan yang dipenuhi hiasan kain Hibiol |
Saya
jadi ingat tradisi menenun perempuan-perempuan suku di beberapa wilayah di
Indonesia. Para perempuan ini menenun seumur hidupnya, sedari usia dini hingga
usia senja. Beberapa tradisi juga menyebutkan, perempuan-perempuan ini tidak
diizinkan menikah jika belum fasih menenun. Selain menjadi keahlian utama
eknomi perempuan dalam perdagangan, menenun juga merupakan napas hidup mereka.
Secara simbolis, kain hasil tenun tadi menjadi sebuah bukti keseharian hidup
seorang perempuan dalam tradisi suku di Indonesia, seperti halnya kain Hibiol
milik para Iorph.
BAD MOTHERHOOD VS GOOD MOTHERHOOD
Satu
hal yang membuat saya menikmati menonton SayoAsa
adalah kemampuannya menjaga perspektif perempuan sentris. Di sini, yang
dituturkan ialah tentang perempuan sepenuhnya. Tentang perasaan kesepian
seorang Maquia, keputusannya mengadopsi bayi laki-laki untuk mengobati hatinya,
serta perjuangannya meyakinkan diri bahwa ia adalah ibu bagi Ariel. Di sisi
lain, kita juga disuguhi perjuangan seorang Leilia, perempuan cantik tomboy yang
dipaksa menikah dan melahirkan seorang anak dari pangeran Mezarte yang
mengincar darah keturunan manusia berusia panjang. Semuanya disuguhnya secara
perlahan dan santun tanpa harus berkompromi dengan heroisme kelaki-lakian yang
tak jarang justru merusak tema sebaik ini.
|
Maquia meninggalkan Ariel yang telah dewasa |
|
Leilia pertama kali bertemu putrinya yang telah dewasa |
Saya
amati, seri anime Jepang sangat jarang menyentuh tema motherhood/parenthood
yang layak. Maksudnya bukan lantaran tema ini dalam anime sangat buruk,
melainkan tak jarang tema ini dibawakan secara dangkal dan serampangan. Karakter
ibu dan anak perempuannya dalam seri anime-anime masa kini lebih sering
dijadikan objek pemujaan—kalau tidak mau disebut objek seksual—oleh mata
penonton laki-laki.
Salah
satu judul seri anime terkenal yang mencoba menyentuh tema parenthood secara terburu-buru ialah Sword Art Online. Kirito dan Asuna dari SAO mungkin adalah pasangan
ayah-ibu paling terkenal sejagad anime setelah mengadopsi seorang anak
perempuan yang ternyata adalah sebuah artificial
intellegence bernama Yui. Entah apa sejatinya faedah dari dibuatnya model keluarga
kecil bahagia dari sepasang anak berusia 14 tahun berlatar dunia game online
ini. Saya tak kuasa memaknai karakter Yui sebagai pemanis jalannya cerita SAO semata, selain menjadi legitimasi peran ‘suami virtual’ Kirito kepada Asuna.
|
Ilustrasi objektivikasi keibuan dan putrinya dalam budaya anime, Sumber: 9gag.com |
|
Kirito, Yui, dan Asuna dari anime SAO, Sumber: Youtube |
Berbeda
halnya dengan anime-anime seri yang populer kini, kita tidak akan menemukan
eksploitasi grafis yang menunjukan objektifikasi visual perempuan imut dalam SayoAsa. Mari Okada nampak sepenuh hati
mendedikasikan filmnya untuk memenuhi narasi perempuan imut nan lembut yang
kuat lewat sosok ibu, serta manis-getirnya hubungannya dengan sang anak. Saya
rasa, sangat jarang pembuat anime laki-laki yang mampu menggali atau setidaknya
mau bersikap terbuka terhadap hal-hal seperti ini. Sedikit dari sutradara anime
yang berkenan memperhatikan narasi keibuan yang sesungguhnya mungkin hanya
Mamoru Hosoda lewat filmnya yang berjudul Wolf’s
Children.
Dalam
SayoAsa, selain sosok ibu dalam diri Maquia
dan Leilia, penonton juga akan berjumpa sosok supermom bernama Mido. Dikisahkan, Mido membesarkan dua putra
seorang diri setelah suaminya terbunuh akibat ulah Renato yang mengamuk. Melalui
Mido pula, Maquia belajar bahwa seorang ibu harus pandai menjaga emosinya. Hal
ini terucap dalam janji Maquia kepada Ariel kecil, “seberat apapun beban
seorang ibu, mereka tidak boleh menangis di depan sang anak”.
|
Mido mengajari arti keibuan kepada Maquia |
|
Maquia meniru gaya Mido di depan Ariel |
Sayangnya,
tema motherhood ini memang tidak
digali dalam-dalam. Nampaknya Mari Okada lebih menyukai memperdalam sisi
emosional lewat dialog-dialog antar karakternya yang bikin penonton mewek. Di
beberapa scene, dialog semacam ini tergelar cukup panjang dengan beberapa
perkataan simbolis, misalnya seperti ketika Maquia menyamakan Ariel sebagai “orang
yang menenun kain Hibiol dalam dirinya”.
Akibat
dialog-dialognya yang panjang di satu babak, sesi lainnya menjadi nampak terbengkalai.
Garis waktu dalam SayoAsa pun menjadi
maju dengan sangat cepat tanpa penjelasan dan terkesan terburu-buru. Meskipun
cukup tersirat, seiring cerita menyentuh klimaks kekurangan barusan ditebus
dengan cukup memuaskan. Cerita ditutup dengan cukup baik dan tentu saja
mengharukan. (Ind)